Dominasi pelatih asing di Indonesia sudah tak bisa dipungkiri. Ambil contoh dari pelatih timnas, dalam 10 tahun terakhir tercatat hanya ada 3 nama lokal di sana. Rahmad Darmawan (2013), Benny Dollo (2015), dan Bima Sakti (2018).
Contoh lain bisa kita lihat di Liga 1. Coba sebutkan siapa pelatih lokal terakhir yang sukses mengangkat trofi? Ya, Djajang Nurdjaman bersama Persib Bandung pada 2014.
Sisanya, klub juara Liga 1 selalu dilatih pelatih asing. Mulai dari Persipura (Alfredo Vera), Bhayangkara FC (Simon McMenemy), hingga Persija Jakarta dan Bali United (Stefano Cugurra).
Pada gelaran Liga 1 musim ini saja, mayoritas klub lebih memilih menggunakan jasa pelatih asing.
Beberapa memang sempat dipimpin pelatih lokal pada awal berjalannya kompetisi, namun hasil minor yang didapat membuat haluan pun berpindah.
Hingga akhirnya hanya tersisa dua nama lokal yang masih bertahan, yakni Seto Nurdiantoro (PSS Sleman) dan Aji Santoso (Persebaya Surabaya).
Keduanya pun saat ini berkutat di papan tengah klasemen sementara. Persebaya ada di peringkat 7 dengan 37 poin, sementara PSS Sleman mepet zona degradasi di posisi 14 dengan 28 poin.
Sejatinya, tak ada yang salah dengan dominasi pelatih asing di Indonesia. Justru hal itu bisa berdampak positif.
Kehadiran pelatih asing diharapkan mampu mentransfer ilmu yang dimiliki kepada para pemain. Tak cuma soal teknis di dalam lapangan, tapi hal-hal lain di luarnya, seperti kedisiplinan.
Tapi, masa iya sih dari lebih 273 juta penduduk Indonesia tak ada yang mampu bersaing dengan para pelatih asing tersebut?