Tak Berbalas
Dingin senyawa di malam merah tenggelam laksana langit tercerai
Terduduk bisu aku, tatap cakrawala hitam nan pekat
Tersadar oh tersadar…
Yang termanis tercuri dari kesepian malam terdingin
Tatkala aku menoleh, tersirat sebuah nama… hilang
Aku sedari termenung…
Jiwa hijau nan lugu lenyap sudah, waktu terlewat
Akankah terlihat?
Bagai gula dikerubung semut
Habis hilang, tersisa kosong
“Itu”
Andai “Itu” berputar
Coba “Itu” berubah
Sang Mawar merekah tersungging seribu aroma
Andai “Itu” bersatu
Coba “Itu” bertemu
Sang Lebah mencium hangatnya nectar merah
Andai “Itu” berputar
Andai “Itu” berubah
Hujan pun menangis bahagia seiring pelangi abadi
Hidup
Teng…teng… teng… denting emas rasuki pikiran
Tak ubahnya opium penyihir ribuan umat
Begitu pun dia ataupun Engkau
Panjatkan rasa seraya mengangkat
Sembari tengok, ternyata kecil mungil ya dia ataupun engkau?
Keluar lepas… hirup penantian sekian lama…
Ayahanda… ini Saya! Tak terlihatkah ?
Aku t’lah bebas! Aku lepas! Inilah awal !
Sakit perih campur senang, tak sia juang lama
Tidur tak tenang, makan pun waspada
Sadar waktu… sadar menit… sadar detik…
Ibunda… ini Saya! Tak terlihatkah?
Aku t’lah bebas! Aku bahagia! Inilah akhir!
Tinggalah secerca pesan kepada yang baru
Lanjutkan semangat ke medan jua
Kembali bila selamat, kabarkan saat gerbang menjemput
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H