Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Episode 106: Cursed: Kutukan Kembar Tampan (Novel Romansa Misteri)

22 Agustus 2023   10:19 Diperbarui: 22 Agustus 2023   10:20 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Zeus yang sudah sangat mengenal area puri dimana ia pernah berkuasa, tentu tak kesulitan mencari paviliun mana yang dihuni Hannah. Sudah jelas, bagian mandiri bangunan puri yang terjaga ketat itu adalah tempatnya!

Melalui deretan pepohonan dan pagar hidup itu, Zeus tak menunggu waktu lama. Tak sedetikpun ia sia-siakan.

Mematahkan satu dua tulang saja tentu bukan masalah bagi Zeus yang terbiasa menaklukkan ular berbisa di Lorong Bawah Tanah. Begitu pula dengan leher beberapa penjaga malang yang tiba-tiba saja berbunyi 'krak' dan satu persatu jatuh ke tanah. Beberapa lainnya mencoba melawan makhluk aneh berlumur lumpur cokelat itu dengan senjata seadanya di tangan, namun tentu saja tak berdaya.

Jejak darah bercampur lumpur segera terbawa kaki-kaki Zeus masuk ke dalam kamar dimana seorang wanita di ranjang segera sadar dengan apa yang terjadi, dan apa yang 'tamu'-nya telah lakukan.

"A, a, apa yang kau lakukan? Siapa... apakah kau... Zeus?" Hannah terbata-bata, satu biji matanya yang tersisa seakan hendak keluar saat  menatap kedatangan Dewa Pencabut Nyawa yang segera mengeksekusinya.

"Tentu saja akan melakukan apa yang kau idamkan selama ini, mati dalam tanganku!" Zeus segera menelungkupkan diri di atas Hannah, kedua tangannya erat-erat mencekik leher renta wanita yang pernah ia cintai itu.

"Sudah kuduga kau akan segera datang untukku! Dan tentu saja aku takkan menyerah begitu saja!" desis Hannah di sela-sela usaha perlawanannya. Kedua tangannya ikut mencengkeram leher Zeus yang sudah begitu kurus dan cokelat bagaikan fosil hidup itu.

Dan tak lama kemudian, perlawanan salah satu dari mereka telah usai.

***

Sementara itu, Emily menyelesaikan rentetan kalimat yang Earth titahkan untuk ia tulis di kertas kosong, yang kemudian pemuda itu segera ambil dan gulung untuk dimasukkannya ke dalam botol.

"Aku akan ke puri sekarang mengantarkan surat ini! Kau jangan kemana-mana dulu!"

"Hei, Earth, apa yang kau..." Emily terkejut dengan apa yang Earth selanjutnya lakukan. Pemuda itu mengambil tali tambang yang sangat kuat lalu mengikatkan tubuh Emily ke sebatang pohon. Dipastikannya tambang itu cukup kuat, takkan mudah terlepas.

"Kau di sini saja agar aku yakin kau takkan kabur dan malah memihak Ocean dan Sky. Aku berangkat dulu!"

Pemuda itu sekali lagi mengecup bibir Emily sepintas saja, seakan ia memberi kode bahwa ia akan segera kembali.

"Uhh, Earth... kau tak boleh ke sana, kau dalam bahaya besar..." Emily berteriak mencoba menahan, namun pemuda liar itu sudah pergi jauh, tentunya tak lupa membawa Pedang Terkutuknya.

Sky yang masih mengembara dan belum menemukan petunjuk apa-apa tetiba merasa ingin buang air kecil. Ditambatkannya kuda hitamnya dan segera mencari pohon tak jauh dari situ untuk melampiaskan panggilan alamnya.

Sky tak tahu bila seseorang berpedang sedang berjalan ke arah dimana ia dan kudanya berada.

Earth yang mendadak muncul mengejutkan hewan berkaki empat itu, dan sang kuda meringkik keras. Sky di ujung sana terkejut namun belum selesai menuntaskan hajatnya.

Ringkikan kudanya begitu keras, beberapa kali terdengar suara perlawanan, lalu hening.

"Huh, apa yang terja... di?" pemuda itu tadi merasa terganggu, lalu segera kembali ke tempat tunggangannya berada, "A, a, apaaaa?"

Hewan malang itu tergeletak kejang-kejang pada ujung detik-detik terakhir ajalnya. Darah, darah di mana-mana. Sky panik, hanya bisa menatap tak berdaya kuda tunggangannya meregang nyawa, yang tak lama kemudian mati dalam tangannya.

"SIALAN! Siapa kau, Pengecut?" dikokangnya senapan miliknya, nanar menatap sekeliing, "Keluar kau, siapa kau, sudah pasti Pengecut Earth! Keluar dan hadapi aku !!!"

'Belum saatnya, belum, belum...'- Earth yang langsung bersembunyi setelah beraksi, menatap kakak tengahnya dengan rasa puas. Kau masih beruntung, hanya kuda cadanganmu yang mati hari ini!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun