Zeus tak ingin menjadi korban peluru anaknya lagi. Ia sudah lega karena yakin mereka, Sky atau Ocean, sama-sama bisa melindungi diri. Tak perlu diakui sebagai seorang ayah, bahkan tak ingin lagi masuk ke dalam puri sebagai seorang bangsawan.
Yang ia inginkan hanya menjalankan semua yang ia sudah rencanakan. Menyelamatkan semua putranya, penerus garis keturunannya. Serta tentu saja menyingkirkan semua yang menghalangi jalan. Kutukannya bukan sekedar isapan jempol atau gertak sambal.
Hujan mulai reda dan kabut berangsur menipis. Matahari mulai muncul di langit, sudah mulai tinggi, bercahaya lemah di langit yang masih agak kelabu.
Zeus terus menelusuri hutan yang baginya sama sekali tak menyeramkan, bahkan terasa hijau menyegarkan bagaikan Taman Eden. Sesekali dilihatnya buah beri segar, yang ia petik dan makan dengan nikmatnya tanpa peduli apakah buah itu beracun atau tidak. Ia sudah kebal dengan segala jenis makanan berbahaya, beracun maupun yang dianggap menjijikkan bagi manusia biasa.
Hingga ia menemukan dua sosok lain lagi, yang segera menghentikan langkahnya dan kembali bersembunyi di balik pepohonan besar berbatang basah.
'Siapa-siapa lagi di sana itu? Aku tahu yang satu itu pasti salah satu putraku juga. Tapi siapa gadis itu?
Kurasa aku pernah melihatnya, di Lorong Bawah Tanah?
Apakah ia belum lama muncul di pulau ini sebagai tamu yang tak diundang?'
Zeus merasakan firasat aneh yang mulai merayapinya, bagai dendam lama yang mulai membara lagi.
'Gadis itu seorang pengacau skenarioku, bukan bagian dari kutukan angka tigaku!