"Aku tak butuh semua ini." keluh dokter wanita yang tak begitu suka membawa banyak barang.
"Kau harus! Karena di bawah sana seperti neraka dingin yang bau dan menjijikkan!" Ocean memaksa.
Sky yang sedari tadi terlihat gelisah, tak banyak bicara.
"Baiklah, kalian mau kembali ke puri? Kasihan Emily." Lilian akhirnya mau membawa semua yang dipersiapkan kedua pemuda kembar itu. Merasa aneh karena tak terbiasa dengan bawaan yang begitu berat.
"Tak perlu. Kami akan duduk di sini menunggu kabarmu." Sky akhirnya bicara. "Bila ada yang mencurigakan atau mengancam nyawamu, segeralah keluar. Sebab kami tak ingin jatuh korban lagi. Satu orang mati dan kudaku Thunder Runner saja yang terluka sudah cukup."
"Semoga aku bisa bertemu dengan siapapun orang di bawah sana. Kita bisa bersama-sama mencegah kutukan itu. Ayah kalian, adik kalian, siapapun." Lilian bersiap-siap masuk.
"Kubukakan jendelanya." Ocean menarik bingkai besi berkarat yang waktu itu ia dorong dari dalam.
Lilian beringsut turun perlahan-lahan ke dalam kegelapan. Bau busuk dan sengak menyeruak keluar. Ia bersyukur telah mengenakan masker.
Kakinya segera menjejak lantai yang dingin dan basah. Beberapa ekor tikus mencicit keras menyambut kedatangan penghuni dunia luar yang baru saja tiba dari alam atas yang terang benderang mengejutkan.
"Astaga. Lorong ini lebih mengerikan dari dahulu. Aku pernah ke bawah sini untuk sekedar melihat-lihat bersama Hannah." terdengar celoteh Lilian melapor dengan suara bergaung-gaung dan bergema karena terpantul dinding batu tua.
"Kami takkan meninggalkanmu. Ayo maju, Lilian. Tali ini jangan sampai lepas atau hilang. Ulur terus jadi kau bisa kembali kemari." sahut Ocean sambil memastikan Lilian telah membawa tali pemandu yang sangat penting itu.