Perlahan-lahan, keduanya turun tangga lagi ke pintu terdekat menuju Lorong Bawah Tanah yang malam itu bahkan semakin mengundang dengan aura dingin mencekam.
"Kau sudah siap?" Ocean siap mendorong pintu yang tak pernah terkunci itu.
"Ready or not, here we come.." sahut Sky, bukan lagi mendorong pintu itu, namun menendangnya hingga terbuka dengan suara derit keras memecah kesunyian.
Sementara itu di tepi pantai, Emily terjaga, melihat pemuda yang seharian ini bersamanya terlelap di atas pasir hangat. Di bawah sinar bulan purnama yang tampak jauh lebih besar malam itu, ia sungguh menawan dan mempesona. Tak ada bedanya dengan kedua saudaranya yang terlebih dulu ia kenal.
'Earth, apa yang baru kita lakukan? Kurasa belum terlalu jauh, namun sudah saatnya kita akhiri semua ini. Kau sudah berjanji, pedang itu boleh kubawa pergi.'
Maka Emily perlahan sekali bangkit, meraih pedang di sisi mereka yang masih dalam posisi setengah tertancap di atas pasir. Pedang itu cukup berat baginya, Emily sedikit terhuyung-huyung saat mencabutnya. Dengan susah payah diangkatnya senjata tajam itu dan digenggamnya dengan kedua tangannya agar tak terjatuh.
'Aku harus membawa ini kembali ke puri. Aku tak boleh membiarkan ini ada di tangan Earth. Tapi aku tak yakin aku cukup kuat membawanya sendirian. Bagaimana ini?'
Emily menggenggamnya dengan dua tangan dan berusaha berjalan menjauh. Baru beberapa meter saja, ia terpaksa kembali meletakkannya di atas pasir, karena ternyata dirinya terlalu mungil bagi senjata sungguhan yang lumayan berat itu.
Atau mungkin bukan sekedar berat. Benda itu seakan tak mengizinkannya untuk menggenggamnya. Terasa sedingin es sekaligus melemahkannya, menghisap seluruh energinya.
"Sudah kubilang, kau boleh mencoba membawanya, tapi kau takkan bisa. Karena benda ini bukan milikmu."
Emily seketika merinding mendengar kembali suara rendah menawan tetapi terdengar dingin itu. 'Earth!'