Sedikit lebih lama, lewat tengah malam menjelang fajar, Ocean pun tiba kembali di area puri Vagano bersama kedua wanita tua yang ia dudukkan di atas kudanya. Lilian sang dokter setibanya di istal langsung sibuk menangani kuda milik Sky yang terluka parah sekaligus Hannah yang kondisi luka bakarnya sangat kritis dan memprihatinkan.
"Emily! Sky!" pemuda itu buru-buru ke puri mencari kembarannya dan juga gadis yang ia suka, yang ia harap sedang menunggunya. Tapi lounge kosong melompong.
"Hah, kemana mereka pergi? Semoga tak terjadi hal-hal buruk." Ocean bingung, dan dalam renungannya saat memikirkan apa yang sebaiknya ia lakukan saat ini, terdengar sayup-sayup raungan dari Lorong Bawah Tanah. Sudah beberapa hari ini begitu jelas seakan-akan semakin dekat.
Sementara itu, di suatu tempat di Lorong Bawah Tanah...
Sky sudah berada di sana sendirian di tengah malam kelam, hanya berteman sebuah senter besar nan terang yang disematkan di bandana kepala seperti pekerja proyek, memakai masker hitam dan juga tali yang ia persiapkan sebagai pemandu jalan keluar nanti.
Di bahunya tersandang sebuah senapan dengan peluru lengkap dan siap tembak.
Ini sebetulnya sangat keren, seperti dalam permainan game video berjudul 'Bukit Sunyi' atau 'Penghuni Residen yang Jahat'. Tapi bedanya, tak ada yang namanya nyawa cadangan atau kesempatan kedua.
Ia terus berjalan perlahan-lahan menuju sumber suara raungan.
Yang tak seberapa jauh dari tempatnya kini berada.
Seseorang dalam kegelapan yang bahkan tak disadari oleh Hannah selama ini.
Ia tetap ada, walaupun dulu Hannah menjebloskannya kemari dengan harapan ia akan segera mati. Seperti yang wanita itu beritakan kepada semua orang di atas sana.