Grace memekik. "Papa Orion, aku di sini! By the way, untuk apa Anda menyusulku? Tak usah ikut campur! Aku ingin sekali saja dalam hidupku bisa dianggap berguna bagi keluarga ini!"
"Uh, G-grace, ti-tidak begitu. Jika kau ingin dianggap berguna, bukan seperti ini caranya!" Orion masih terengah-engah, mencoba mengatur napasnya.
"Lalu, bagaimana? Aku tak memiliki apapun yang selama ini mama harapkan dan cari! Aku masih di bawah umur, tak bisa menembak, tak tega membunuh, hanya seorang Damsel in Distress atau putri yang terkurung di puncak menara tinggi. Merepotkan semua orang saja. Tak seperti kakakku yang terluka demi kalian, Orion dan Rani!"
"Ada!" Orion mendekatinya, berusaha untuk memeluknya namun gadis itu berkelit, "Ikuti perintahku, papa sambungmu!"
"Tidak, kau bukan papa sambungku, karena kau dan mamaku ternyata tidak sungguh-sungguh telah menikah! Kau hanya seorang pria asing!"
"Walau aku ternyata bukan papa sambungmu, sedari awal aku sudah menganggapmu sebagai anggota keluargamu sendiri, Grace! Dan aku tetap mengasihi kalian berdua, Anak-anak Delucas!" Orion berusaha keras untuk meyakinkan gadis itu, "Dengarkanlah aku, sekali ini saja. Kembalilah pada mamamu, berlindunglah di bunker. Kau ingin jadi putri yang berguna untuk ibumu? Dengan menyelamatkan nyawamu sendiri, sesungguhnya kau sudah jadi pahlawan bagi keluargamu!"
Ada keraguan di wajah Grace, sulit disembunyikan walau tertutup masker. "Tapi, Orion, aku malu, aku akan diolok-olok mama sebagai nona muda pengecut..."
Tetiba raungan dari balik kepulan asap dan api Lab Barn membuat semua pihak bersiaga.
Orion mengalihkan pandang dari Grace. "Itukah Lazarus? Saatnya aku pergi mengakhiri yang Kenneth Vanderfield mulai. Selamat tinggal, Grace. Aku titip Nona Maharani Cempaka, jangan kalian hakimi dia. Mohon jaga istriku baik-baik..."
"Orion..."Â
(bersambung)