"Oh, akhirnya Anda datang juga, Dokter Kenneth Vanderfield Yang Terhormat!" Edward Bennet seperti biasa, memberikan sambutan plus senyum lebar yang jauh dari tulus, "Wah, maafkan aku juga karena aku sama sekali tidak tahu. Bagaimana jika kita berangkat bersama-sama saja? Kelihatannya akan jadi sebuah petualangan yang mendebarkan!"
"Oh, permisi, maafkan aku, Rev. Bennet, tetapi itu tak bisa dilakukan!" Lady Rose segera mengintervensi kedua pria itu, "Hanya boleh salah satu dari kita yang memimpin. Sebab jika sampai terjadi sesuatu yang tidak kita harapkan, harus tetap akan ada pemimpin yang memegang kendali utama di kompleks ini. Kemarilah kalian, kita bicarakan semua. Baiklah, bagaimana, Rev. Bennet?"
Kenneth berjalan maju dan ikut berdiri di dekat podium, begitu pula Edward Bennet. Kedua pria itu sama-sama meringis kesal, namun seperti biasa, tetap berusaha menjaga citra alim mereka di mata semua kru dan pengikut.
"Oh, keputusan yang sangat baik! Baiklah, kurasa giliranku besok saja, masih ada sangat banyak kesempatan, bukankah begitu, Milady Rose?" Edward memutuskan untuk mengalah. Ia bukan tipe pemaksa, ada seribu jalan menuju Roma sudah menjadi prinsip hidupnya!
"Baiklah, terima kasih, Rev. Bennet. By the way, aku juga ingin mengajak satu orang wanita dewasa, maaf jika tidak usah ikut diundi." Kenneth makin merasa di atas angin. Ia memandang liar kepada semua wanita yang duduk di barisan terdepan, tak terkecuali Rani.
Lady Rose berdeham, "I beg your pardon, aku khawatir jika itu takkan adil, Kenneth. Tadinya aku ingin membuat jadwal, tetapi dengan adanya pengundian akan terasa lebih fair. Paling tidak, kita bisa membuat rotasi, sebuah jadwal."
"Count me in, Mama!" Leon tetiba bersuara, berdiri sambil memandang seisi main hall. "Aku memang baru akan berulang tahun kedelapan belas, akan tetapi aku cukup bisa menembak jitu."
Semua orang memandang heran sekaligus takjub kepada si remaja tuan muda putra sulung Rose itu. Mereka tahu, jika yang semuda itu saja, anak sang penguasa kompleks sudah berani mengajukan diri, mereka juga harus siap sedia.
"Oh, jika begitu maumu, Young Man, aku tak keberatan!" Lady Rose tersenyum aneh. Reaksinya ini sungguh di luar perkiraan semua yang mengira Leon akan ditentang habis-habisan oleh ibunya, "Asal terpenuhi satu hal saja, Leon. Aku minta Nona Maharani Cempaka ikut serta dalam perjalanan perdana ini dan mengawasimu!"
Semua orang tambah terkejut, terutama Orion. Pemuda itu tak menyangka jika Rose akan berkata demikian. Tentu saja, ia tak punya kuasa untuk protes. Statusnya sebagai suami rahasia Rani harus dan akan tetap menjadi rahasia mereka entah hingga kapan!