"Eh?" rona di wajah Rani bertambah gelap. Walau sudah beberapa kali melihat dan mulai hafal pada keindahan fisik seorang Orion Benjamin Brighton, Rani tetap saja merasa semuanya bagai pertama kali.
"Kau serius? Aku malu." Rani seperti biasa, tak mau langsung menurut saja. Imajinasinya berkeliaran tanpa diminta.
"Aku sedang butuh dihibur. Mungkin kau bisa sedikit menghiburku. Jangan salah sangka, bukan menghibur dalam arti macam-macam. Bangkitkanlah semangatku. Asal kau mau saja, please, cheer me up a bit." Orion tak mau memaksa, meskipun sangat menyukai ide ini.
Rani mendekat, sedikit ragu-ragu. Wajah Orion kelihatannya tak sesedih tadi, malah sedikit lebih cerah. "Begini?" Rani membuka blusnya dari kancing paling atas. Satu-satu saja, seolah-olah ini pertama kali!
"Iya, cepatlah, waktu kita hanya sedikit!"
Mata Orion berkilauan. "That's better than ever before. Now come here..."
"Uh, okay..." pipi Rani bertambah merah saja. Ia tak ingin berlama-lama dipandang Orion sedemikian rupa, segera menceburkan diri ke dalam busa sabun putih yang lembut, hangat mengundang.
"Astaga, ternyata wajahmu masih begini kotor!" diulurkannya kedua tangan untuk membasuh pipi Orion, "Sebenarnya apa yang baru saja kau lakukan?"
Orion mengambil kedua tangan istri rahasianya itu dan menciumnya mesra, "Aku minta maaf karena baru saja berbuat hal yang tak pernah kuinginkan."
"Apa? Tidak berhubungan dengan Rose, bukan?" Rani merasa senang karena perlakuan mesra Orion itu sekaligus gundah mendengar permintaan maafnya yang sangat aneh.
"Bukan itu, Sayang. Aku dan Henry, kami berdua... tak dapat menyelamatkan nyawa orang yang sudah melayani pemberkatan kita waktu itu... Reverend James sudah wafat sebagai korban Octagon."