Rani sungguh berharap saat ini Orion yang entah di mana datang, lalu bisa melaporkan langsung semua ini kepadanya. Ponselnya masih berisi cukup energi baterai, namun ketiadaan jaringan komunikasi menyebabkan tak ada lagi yang bisa chat atau menelepon langsung. Jadi, percuma saja.
Haruskah aku nekat pergi mencari Orion, apapun kelak konsekuensinya?
Tetiba pintu paviliun diketuk!
"Si-si-siapa di sana?" Rani sungguh berharap itu Orion. Meskipun begitu, kewaspadaannya tetap tinggi. Diselipkannya benda yang baru ia dapatkan di antara bantal-bantal sofa.
"Selamat siang, Nona Rani. Ini saya, Henry Westwood!"
"Oh, Anda... sebentar, Tuan Henry!" Rani segera membukakan pintu. Ia sungguh ingin bisa menyampaikan pesan kepada Orion lewat sang kepala pelayan ini, namun bagaimana caranya? Â Apakah Henry cukup aman dan bisa dipercaya?
Henry tak ingin masuk, ia hanya berdiri di depan pintu, bersikap formal seperti biasa. "Maaf mengganggu waktu Anda sebentar, Nona. Saya hanya ingin menyampaikan pengumuman jika nanti malam akan ada penugasan darurat bersama secara acak dari Lady Rosemary Delucas. Akan dilakukan lewat pengundian agar jauh lebih adil."
"Penugasan? Apa maksud Anda?" Rani masih belum mengerti.
"Setiap penghuni kompleks dewasa, pria maupun wanita yang sehat akan ditugaskan ke Chestertown dalam rombongan-rombongan. Yang sudah pernah kelak akan digantikan oleh yang belum pada gilliran berikutnya. KIta sedang ada pada krisis persediaan bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik dan perlu segera mencari cadangan. Jadi, kami memohon dengan sangat agar Anda bisa ikut serta. Jangan khawatir, dijamin aman, kita semua akan baik-baik saja. Rombongan akan dipersenjatai lengkap dan berangkat dengan bus. Anggap saja 'go downtown for hunting' seperti yang waktu itu Anda lakukan bersama Tuan Muda Orion Delucas." Henry menerangkan, "Sebenarnya ini ide yang menurutku kurang bijaksana namun sangat terpaksa kita lakukan, apalagi penghuni kompleks bertambah banyak. Kita tak ingin kompleks Delucas menjadi gelap tanpa perlindungan memadai di malam hari, itu akan sangat membahayakan."
"Oh, baiklah. Aku mengikuti semua sesuai rencana kalian saja." Rani sebenarnya masih sangat enggan jika harus kembali lagi ke Chestertown, tetapi ia merasa harus berbuat sesuatu juga demi keberlangsungan bertahan di dunia. Tinggal diam dan bersembunyi baik-baik di 'tempat nyaman dan aman' bukan lagi cara bertahan yang tepat!
"Terima kasih atas kerja sama Anda. Oh ya, Nona Rani, I almost forgot to tell you. Nanti siang Anda diajak makan siang bersama Tuan Leon, Nona Grace dan Tuan Orion. Hanya kalian berempat saja di balkon lantai dua, ini atas rencana dan permintaan Tuan Leon. Lady Rosemary dan Lady Magdalene Brighton akan makan siang berdua saja untuk bebas bercakap-cakap secara pribadi di ruangan lain."
"Oh, I see. Bagaimana dengan, uh, dokter Kenneth Vanderfield?" Rani tak begitu suka kepada si dokter tetapi ia penasaran mengapa namanya sedari awal tak disebutkan.
"Dokter Kenneth dan stafnya tidak akan makan bersama kita, setelah makan siang di Lab Barn mereka akan terjun langsung memeriksa intensif para penghuni Kamp Edward Bennet. Kami menemukan spot yang mencurigakan di sekitar kamp, kelihatannya salah satu dari mereka telah berusaha menyelundup keluar lewat penggalian tanah di perbatasan."
Rani begitu terkejut, tetapi ia berusaha keras untuk menyembunyikan ekspresinya, "Oh ya? Bagaimana mungkin? Semoga saja tak terjadi apa-apa! Penyelundupnya sudah ditemukan?"
"Belum, jejaknya mengarah ke dalam sebuah bangunan, namun setelah ditelusuri, tak ada siapa-siapa di tempat itu. Atau mungkin sudah pergi. Harap waspada saja, karena CCTV masih akan padam hingga sore."
Astaga, lubang galian itu sudah ketahuan. Syukurlah benda titipan sudah kuterima. Semoga saja jika itu benar Rev. James, ia bisa selamat dan tetap baik-baik saja! Semoga ia tidak mati! Rani bergidik sambil berusaha untuk tetap tenang.
"Uh, saya terlalu lama di sini, permisi dulu, Nona, saya masih harus berkeliling mengabari guru-guru dan staf lainnya, selamat siang!"
"Silakan, Tuan Henry! Terima kasih banyak atas informasi Anda, selamat siang!"
Kini Rani merasa sedikit lebih lega. Sebentar lagi ia bisa bertemu lagi dengan rombongannya semalam. Walaupun berempat, setidaknya ada Orion di sana!
***
"Hai, Nona Rani! Lihat, apa yang kumasakkan secara spesial untukmu! Surprise! Evernesian instant fried noodles with fried eggs!" Leon tempaknya sudah pulih kembali dan sangat antusias saat Rani datang ke balkon lantai dua untuk makan siang.
Grace ikut menyambut, "Nona Rani, you came just on time! Kami bertiga memasak dan menyiapkan banyak kejutan! Semoga bisa memuaskan kerinduan Anda pada Evernesia!"
"Selamat datang, Nona Rani! Enjoy our special afternoon lunch with Evernesian instant style dishes!" Orion tersenyum ramah, seperti biasa berakting seolah-olah Rani 'bukan siapa-siapanya', suatu hal yang mereka sudah sepakati bersama.
Meskipun mengharukan dan juga merasa lapar dengan begitu menariknya plating masakan ala hotel bintang lima, kelihatannya Rani tak begitu tertarik dengan hidangan-hidangan instan ala Evernesia hangat lezat yang coba disajikan para remaja Delucas. Ia diam-diam jauh lebih terpikat pada penampilan Orion yang seperti biasa sangat menawan dengan kemeja lengan panjang putih dan rompi hangat warna gelapnya, dipadu celana panjang hitam semi formal yang membuatnya tampil begitu gagah.
"Ayo makan yang banyak, ini semua hasil late night shopping kita di Chestertown! No pain, no gain!" Orion tertawa lepas, sudah lama Rani tak melihat wajah tampan itu tak tertutup masker. Sungguh membuat jengah dan salah tingkah!
Sebelum rona di wajahnya muncul, Rani bergegas duduk sambil berusaha membuang muka. Leon menarikkan kursi di antara dirinya dan Grace sehingga Rani terpaksa duduk agak jauh dari Orion. Meskipun begitu, mereka tetap dalam posisi berhadap-hadapan.
Mie goreng instan dengan taburan bawang goreng dan tambahan semangkuk kecil sambal botolan itu sedikit lodoh gegara terlalu lama dimasak, namun tetap saja terasa lezat. Orion juga sudah menyeduhkan kopi dan teh, bukan ala Everopa seperti saat-saat 'tea time sore khas Delucas', melainkan ala Evernesia. Lalu ada beberapa macam kerupuk dan makanan kecil impor lain. Semua tersaji hampir seperti saat Rani berada di Viabata. Di sana, makanan instan identik dengan 'tanggal tua', tetapi di negeri nun jauh ini, terasa mewah bagai delicacy.
"Kerupuk, it looks like crackers or potato chips but tastes much better! So delicious. Enak!" Leon berkomentar, "I like all of them, we should search for more stuff next time! Terima kasih banyak atas oleh-olehnya, Papa Orion, Nona Rani!"
"Sama-sama." Rani ikut gembira.
Mereka makan dalam suasana seru, namun Rani tak bisa benar-benar menikmati. Ia berusaha memberi kode di kolong meja, 'menggeser-geser' lembut ujung sepatu Orion dengan ujung sepatunya. Usahanya itu sempat membuatnya takut 'salah senggol' dengan sepatu Leon! Syukurlah Orion di seberang segera tanggap. Ia membalas dengan hal yang sama. Mereka nyaris tak mampu menahan senyum dan tawa, hampir seperti dua anak muda bersusah-payah menahan rasa di depan orang tua dan calon mertua!
Namun Leon selalu mengawasi Rani lekat-lekat, ia tahu jika gurunya ini 'senang' jika berada dekat Orion. Senang seperti apa? Remaja itu belum begitu paham. Terbayang lagi beberapa momen di mana sepertinya ada 'sesuatu'. Jika dirinya hanya mendapatkan 'perhatian' seorang guru, tak demikian halnya dengan Orion!
Mama mungkin sibuk dan tak benar-benar bisa atau ingin menghabiskan waktu dengan Papa Orion, tetapi mereka memang belum bisa semesra itu. Apa ada hubungannya dengan ketakutan mama pada kemunculan Edward Bennet?
Selesai makan, Rani menawarkan diri untuk mencuci piring. Kedua remaja Delucas masih duduk-duduk di depan meja makan sambil bermain game offline di ponsel masing-masing.
"Kejutan!"
Rani merasa pinggangnya dipeluk dari belakang. "Orion!" tetiba napasnya sesak, "duh, kau mengagetkanku!" jantungnya ikut berdebar-debar.
"Maaf," pemuda itu tertawa kecil, "aku di sini hanya sebentar saja, I miss you! By the way, tadi apa maksudmu bermain kaki denganku?"
Rani mengeringkan tangan sejenak dengan celemek lalu meraba saku blusnya. Disampaikannya amplop misterius dari sosok di garasi.
"Apa ini?"
"Buka saja. Cepat, sebelum Leon dan Grace muncul!"
Orion menerima, menoleh sejenak ke kanan-kiri lalu bergegas membuka benda pemberian istrinya. Ia terhenyak, lalu mendekat lagi sambil berbisik di telinga Rani,
"Oh my God. Rani Sayangku, dari siapa kau bisa mendapatkan benda-benda ini?"
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H