Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 43)

24 Februari 2023   08:26 Diperbarui: 24 Februari 2023   08:49 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Leon menyerbu masuk dalam ruangan Rani yang kini terbuka lebar. Tadinya ia begitu bersemangat, ingin sekali menunjukkan rasa perhatian spesialnya kepada sang guru muda yang baik hati dan cantik. Namun keraguan tetiba datang menghampirinya. Leon membeku, berdiri terpaku saja di kejauhan, menunda mengusik sosok yang terbaring agak jauh di dalam sana. Tubuh Rani tertutup selimut hingga ke kepala, sekilas seperti tidur tanpa ingin diganggu. Namun Leon tak terlalu memperhatikan, juga tak berani memeriksa, jadi ia tak sampai curiga.

Yes, she looks fast asleep. Dang, I shouldn't bother her. Why am I here? Apa sebenarnya yang kulakukan di sini? Uh, anyway, this is so ridiculous and wrong! I did an invasion of privacy! Ini hal yang sangat konyol dan tak seharusnya kulakukan! Maafkan aku, Nona Rani! Tidurlah dengan nyenyak.

Pemuda tanggung itu sadar, ia terlalu berani mencuri masuk ke kamar gurunya, seorang lawan jenis, tanpa izin. Ia teringat pada kemarahan mamanya yang sangat menakutkan jika ia atau Grace melakukan pelanggaran. Pernah saat ketahuan menyelundup untuk jalan-jalan ke Chestertown tanpa izin, Lady Rose mengurung putranya itu berjam-jam di sebuah gudang tua yang kotor dan gelap, pernah juga hanya menguncinya di kamar tidur. Tetap saja, tindakan pendisiplinan itu membuat Leon trauma.

Mundur perlahan-lahan dan kembali keluar dari paviliun nomor 17, Leon tak lupa mengunci kembali pintu dari luar. Terburu-buru kembali ke kamar tidur sendiri, ternyata Leon tak sadar jika anak kunci cadangan paviliun Rani terjatuh dari sakunya.

***

"Tunggu sebentar, Rev. James. Satu menit lagi saja!" Orion tersipu. Ia dan Maharani masih saling memandangi satu sama lain dengan takjub.

"Rani, ibuku sudah mengatakannya. You need no more praise from me. You already look so beautiful! Aku nyaris lupa pada semua kalimat janji suci karena kehabisan kata-kata!"

"Oh, Orion. Thanks. You look so handsome, too! Ya, kalimat indah ini sangat sering kudengar di film-film, namun begitu mendebarkan untuk diucapkan!""

"Kalian berdua sangat serasi. Ayo, kita mulai. Sebagai hamba Tuhan, aku siap meresmikan."

Di ruang tamu kediaman keluarga Brighton itu, Orion dan Maharani berdiri berdampingan membentuk segitiga bersama Rev. James. Tak banyak berbasa-basi, pasangan itu baru saja mempelajari secara kilat janji suci yang harus mereka ucapkan bergantian beberapa saat lagi. Orion belum lama telah mengucapkan janji serupa bersama Rosemary Delucas, walaupun ternyata 'tidak sah'. Sedangkan bagi Rani, ini hal yang sangat baru! Bagaimanapun ia harus sanggup dan bisa melakukannya.

Tak ada seorangpun menjadi saksi kecuali Lady Magdalene Brighton. Ibunda Orion merasa aura putra tunggalnya jauh berbeda pada pernikahan kali ini dibanding saat sang putra terpaksa menikah dengan sahabatnya sendiri sebagai pelunas utang. Beberapa hari ini batinnya sebagai ibu tersiksa dengan rasa bersalah tak berkesudahan. Jika bisa, ingin ditariknya persetujuan dan restunya, serta membatalkan pernikahan Orion. Mag ingin juga berjanji jika utang itu perlahan akan diselesaikan meskipun akan memakan waktu lama. Sayangnya, semua terlanjur terjadi. Dan ternyata pernikahan itu bukan yang resmi, melainkan...

"Mama, are you okay?" Orion membuyarkan lamunan Mag, "Kami siap untuk melakukan upacara ini."

"Oh, yes, My Son! I'm ready too!"

"Kami telah siap mengadakan pemberkatan singkat ini. Karena ini keadaan darurat dan mendesak, kita hanya bisa melakukan ritual utamanya saja." Rev. James yang telah membawa beberapa perlengkapan ibadat selesai mempersiapkan semuanya.

"Terima kasih banyak. Aku siap, begitu pula calon pengantinku. Tetapi maaf, kami belum sempat mempersiapkan cincin-cincin dan semua dokumen yang dibutuhkan, is that okay?"

"Don't worry, Tuan Muda Brighton! Semua keresmian itu bisa menyusul nanti. Gereja Chestertown akan mengurus semuanya hanya untuk kalian. Tunggu saja. Semua akan kami kerjakan secara rahasia, as your wish, very confidential." Rev. James meyakinkan Orion.

"Baiklah, terima kasih. Kami siap! Sebentar, Rev. James, satu hal lagi." Orion berpaling, bertanya sekali lagi kepada gadis di hadapannya, "Milady Rani, kita tak sempat bertunangan atau bahkan berkencan sebelumnya. Kita baru saling mengenal dalam hitungan hari saja. Untuk terakhir kali, izinkan aku bertanya. Apa kau yakin dan siap menjadi pasangan hidup sejatiku?"

Tenggorokan Rani tercekat. Orion memang sempat dan masih menjadi suami seseorang di luar sana. Namun itu sama sekali tak mengurangi rasa cinta Rani kepada pemuda yang baik ini. "Ya, Orion. Aku yakin. Aku siap."

Rev. James memandu dari pembukaan berupa pembacaan beberapa ayat kitab suci hingga tiba saatnya pertanyaan-pertanyaan yang sudah sering digaungkan di sepanjang sejarah. Semua berjalan begitu cepat sekaligus terasa lambat, seperti di dalam mimpi saja. Tangan Orion dan Rani saling menggenggam. Keduanya saling memandang; mata hitam besar Rani dari balik cadar putihnya, mata cokelat sipit Orion di bawah alis tebal panjangnya.

"Apakah Anda, Orion Brighton, bersedia menerima Maharani Cempaka sebagai istri Anda hingga maut memisahkan?"

"Aku bersedia."

"Apakah Anda, Maharani Cempaka, bersedia menerima Orion Brighton sebagai suami Anda hingga maut memisahkan?"

"Aku bersedia."

Kini, Rani dan Orion akan selalu bersama dalam suka dan duka, tak ada yang dapat memisahkan kecuali oleh maut.

"Orion Brighton dan Maharani Cempaka. Dengan kuasa dan kehendak Tuhan, mulai saat ini kalian sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Orion, now you may kiss the bride!"

Pemuda tampan itu tersenyum. Disingkapkannya cadar pengantin Maharani dan ditariknya mendekat gadis Evernesia yang kini sudah menjadi bagian hidupnya itu. Tanpa ragu-ragu, di hadapan ibunda dan sang pendeta yang baru menikahkan mereka, Orion mencium mesra bibir Rani. Lembut dan ringan, momen yang takkan pernah terlupakan.

Astaga. Oh my God! So unbelievable, I'm now Orion's wife! Ini pasti tak nyata! Rani seperti terjaga dari mimpi indah, lalu kembali terjatuh dalam kelanjutannya!

Sayang, kecupan itu tak bisa lama-lama mereka lakukan. Malu-malu senang, kedua pengantin segera menjauh dengan wajah tersipu-sipu.

"Welcome to the Brighton Family!" sambut Lady Magdalene, terharu dan penuh antusias, "Kini anakku Orion sudah menemukan cinta sejatinya. Rani, kau juga sudah menjadi anakku lewat pernikahan ini! Aku turut berbahagia."

"Thank you, Mama! Thanks for always supporting me!" Dengan hangat dan mesra Orion memeluk ibunya.

"Congratulations to both of you! Walau tak diketahui siapa-siapa, sekarang kalian sudah sah. Well, sebaiknya saya segera pulang. Jalan-jalan Chestertown mulai ditutup, lockdown sudah dimulai. Kita tak tahu apakah besok keadaan dunia akan membaik atau malah..." Rev. James menggantungkan kalimatnya.

Orion dan Mag mengerti, tugas mulia pendeta itu untuk sementara sudah selesai. "Terima kasih, Rev. James! Berhati-hatilah!"

"Sama-sama. Tuhan beserta kita. Selamat malam!"

Sepeninggal sang pendeta, Rani dan Orion bersama Mag masih bersama di ruang tamu.

"Well, Orion, My Son, tidakkah kau mau membawa Rani beristirahat di kamar pengantin kalian?" Mag tersenyum simpul sambil menatap pasangan baru di hadapannya.

Tenggorokan Rani sekali lagi tercekat. Uh, apa? Kamar... pengantin?

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun