Baru saja baca beberapa kabar dari dunia nyata Per-ChatGPT-an. Beberapa penulis luar yang mencoba menerbitkan karya di sebuah media ilmiah di AS ketahuan alias tertangkap basah menggunakan teknologi inteligensia buatan itu, konon menggiring mereka masuk black list. Berita kedua, mengenai publik Jepang yang lebih menyukai dan memilih surat cinta yang ditulis oleh ChatGPT karena dianggap lebih manis dan menarik daripada surat yang dituliskan manusia biasa.
Aneh bin ajaib memang, jika sebuah kecerdasan buatan manusia getol diandalkan demi membuat karya humaniora.
Meski tak bisa dipungkiri jika keberadaan ChatGPT bisa dijadikan alternatif atau perbandingan dalam membuat beberapa cabang pilihan atau solusi (bukan sebagai jalan keluar utama atau sudah pasti benar).
Mengapa sebaiknya seorang penulis tetap menulis sendiri daripada mengandalkan ChatGPT maupun seorang joki?
1. Sama seperti desain apa saja pada umumnya (visual, fashion, kriya dan sebagainya), desain dan seni termasuk melukis dan menulis masih akan tetap memerlukan sentuhan dan gaya manusiawi seorang manusia. Jika pada lukisan saja tersirat gaya dan ciri khas seorang pelukis, gaya dan ciri khas juga akan terbaca pada hasil karya tulis.
Sebuah mahakarya atau masterpiece yang takkan pernah bisa diwariskan kepada siapapun keturunan mereka, bahkan para murid, pengagum, apalagi 'semudah itu' digantikan oleh teknologi buatan.
2. Talenta dari Tuhan Yang Maha Esa itu sedemikian unik sehingga takkan mampu di-klon maupun diduplikasi, direplikasi dan diplagiasi 100 persen oleh sesama manusia, apalagi hanya oleh seorang joki. Bisa saja mereka mencoba meniru atau mereplikasi, namun tidak mungkin akan sempurna dan tergantikan.
Ibarat lautan, otak dan pikiran manusia barangkali masih dapat diarungi dan diselami. Namun hati manusia ibarat palung samudra terdalam, tak akan ada manusia lain dan kecerdasan buatan mampu mengetahui dan menjelajah kedalamannya.
3. Seorang desainer dan penulis memiliki kemampuan dan bakat yang terus berkembang. Semakin lama semakin berpengalaman dan semakin kaya diksi atau pengalaman pribadi yang tak bisa diperoleh hanya dari pemrograman dan pengulangan. Tak ada seorang joki maupun AI yang mampu mengikuti perkembangan pribadi itu, karenanya desainer dan penulis tak perlu khawatir.
Semoga semua penulis, desainer dan siapa saja yang bekerja dalam bidang humaniora tetap maju, berani berkarya mandiri dari hati secara murni melalui kemampuan yang dikaruniakan. Mari tetap menulis dan berkarya sendiri. Selain lebih bangga dan akan membawa nama baik keluarga, kita turut mencerdaskan dan mengembangkan diri.