Rani bergegas pergi ke paviliunnya seperti rencana semulanya dengan Orion. Ia tak ingin berpikir lebih banyak dulu, mereka hanya punya waktu beberapa jam saja untuk melaksanakan semuanya serapi mungkin, secepat yang mereka bisa. It's now or never! Semua akan baik-baik saja! Tenang, Rani! Ayo, cepat! Rani masuk ke kamar tidur dan melakukan 'segalanya' dengan jantung berdebar-debar. Hanya dirinya dan Orion yang tahu semua, dan ia harap ini bertahan hingga besok.
Tak lama kemudian ia sudah berada di depan perpustakaan, bergegas masuk dan menutup pintu ganda baik-baik. Tak ada seorangpun di sana. Pada jam menjelang istirahat malam tak ada lagi pengunjung yang berminat duduk membaca buku, bahkan Leon dan Grace sudah lama kembali ke kamar mereka masing-masing. Cahaya bulan temaram masuk dari bagian jendela atas yang tak tertutup tirai, satu-satunya penerangan lemah yang ada karena Rani tak berani menyalakan lampu.
"Duh, ruangan besar ini lumayan seram juga dalam kegelapan seperti ini!" Monolog Rani sambil berjalan menelusuri beberapa rak buku tinggi dan besar-besar, "Orion, kau ada di mana?" Satu dua kali ia memanggil.
"Aku di sini!" Suara Orion terdengar di sudut.
"Oh, syukurlah! Tempat ini gelap sekali seperti di film-film horor saja!" Rani merasa lega saat bertemu dengan kekasihnya.
Malam itu Orion berjaket kulit dan bercelana jins hitam, seolah-olah siap untuk bepergian jauh. Rani merasa heran, "Kita mau ke mana dan naik apa?"
Orion tersenyum penuh misteri. "Di Evernesia tentu kau sering naik sepeda motor?"
"Ya, tapi hanya dibonceng teman atau saat aku bepergian dengan ojek online saja!"
"Sekarang saatnya kita melakukan night ride singkat ke Chestertown. Mari ikut denganku!" Orion menggandeng tangan Rani melalui koridor samping menuju area dinding yang tak tertutup rak buku.
"Eh, kita mau lewat mana? Gerbang utama dijaga ketat, semua jengkal lahan ini sudah diawasi CCTV yang mungkin sudah menyala!" Rani teringat pada penjagaan super ketat yang sudah berfungsi.
"Lewat sini, Tuan Putri!" Orion mendorong suatu area kosong pada dinding berlapis wallpaper dengan kedua tangannya. Tak ada hal mencurigakan di sana, tetapi hanya dengan usaha ringan, sesuatu tak terduga terjadi.
Dinding itu ternyata sebuah daun pintu rahasia. Terbuka perlahan-lahan, Rani hanya bisa menyaksikan dengan takjub. "Oh, wow. Seperti di film-film fantasi saja!"
"Ini lorong rahasia untuk melarikan diri dari musuh atau saat dalam keadaan darurat seperti di puri-puri masa silam! Isn't it great? Leon yang memberitahukanku jalan rahasia ini! Lewat 'bantuannya' saat kami sedang luang, aku bersyukur juga mulai hafal seluk-beluk main mansion yang luas ini! Mari ikut denganku!"
Pemuda itu mengeluarkan senter kecil dari saku jaket. Mereka masuk ke sebuah lorong kecil yang gelap dan pengap. Tembok dan lantainya terbuat dari batu. Jalannya panjang menurun, berliku-liku dan cukup jauh entah menuju ke mana. Tak ada satupun penerangan lain kecuali lewat sinar senter.
"Takut?" Seperti biasa, Orion selalu bicara dengan nada menggoda yang sangat manis.
"Uh, ti-ti-tidak! Bagaimana aku bisa takut jika ada kau di sisiku?" Rani merasa pipinya memanas lagi.
"Syukurlah jika aku bisa membuatmu aman dan nyaman! Aku tak ingin menjadi kekasih rahasia yang membuatmu risih seperti si dokter Kenneth tadi!" Orion masih kesal saat mengucap nama itu, namun ia lega karena tadi si dokter belum sempat berbuat apa-apa, "Dan terima kasih, Rani, karena kau tak mengiyakan dirinya untuk berbuat macam-macam, walau ia mencoba bertindak 'profesional' sekalipun! Aku pribadi yang sangat cemburuan!" Orion menekan sedikit tangan Rani seolah memberi kode jika ia bersungguh-sungguh.
"Uh, terima kasih juga karena kau datang menyelamatkanku! Jika tidak, mungkin Kenneth sudah memaksa untuk berbuat lebih jauh dengan segala alasan!" Rani terkikih, "Aku juga cemburu kepada Lady Rose. Kalian pasti sudah sering berbuat hal itu, you know what I mean." Tetiba Rani muram.
"Di Evernesia, 'hubungan suami istri' sebelum menikah tidak diperbolehkan, bukan?" Orion tak ingin buru-buru berkomentar, malah balik bertanya.
"Tentu saja, walau siapa tahu kenyataannya. Remaja zaman sekarang jauh lebih berani daripada zaman orang tuaku dulu. Walau aku tak memiliki ibu dan ayah lagi, kakek nenekku tegas melarangku untuk melakukan hal seperti itu."
"You're a good girl! Sejujurnya, aku juga berpikiran sama sepertimu. Namun maafkanlah aku, beberapa kali kucoba untuk..." Orion tak ingin melanjutkan kata-katanya. Dilepaskannya tangan Rani, seolah merasa bersalah.
"I knew," Rani tersenyum tipis, "aku memang 'kaku', namun aku tak bisa mencegah dan tak berhak melarangmu. Kau masih memiliki Lady Rose."
"Tapi jangan khawatir, aku belum 'memilikinya seutuhnya'. Aku tak ingin memiliki keturunan dengannya. Dan mulai nanti, aku hanya ingin memiliki dirimu saja!" Orion tak ingin Rani bersedih.
"Baiklah, sekarang, berapa lama lagi kita akan tiba di..."
Rani belum menyelesaikan pertanyaannya ketika mereka tiba di ujung lorong. Orion membuka sebuah pintu kayu.
"Garasi?"
"Ya, kita bisa pergi dengan sepeda motor tuaku lewat pintu belakang rahasia, di sana tak ada CCTV. Yang tahu hanya segelintir orang saja. Ini jalan keluar yang sama seperti yang kulalui tadi siang!"
"Tadi siang? Oh ya, saat kau pulang menjenguk ibumu!"
Orion membuka pintu garasi, tampaknya menuju ke area terbuka yang dekat dengan hutan.
"Ya. Sekarang kita juga akan ke sana! Ayo," Orion menaiki sepeda motornya, "Naiklah dan berpegangan yang erat!"
Tak lama kemudian mereka sudah berboncengan berdua di jalan kecil sepi dan gelap.
"Jangan malu-malu, Rani, peluk saja aku! Daripada nanti kau jatuh. The road ahead is getting a little bit bumpy. Hold me tight."
"O-o-okay! I'll hold you!"
Sebelumnya Rani belum pernah memeluk pinggang Orion. Tubuh kekasihnya langsing berisi. Malu-malu Rani mengakui dalam hati, ia risih namun merasa sensasi berbeda saat dadanya menempel erat di punggung pemuda itu.
Orion sendiri tersipu-sipu waktu merasakan hangat tubuh Rani melingkari dirinya. Rasanya tak ingin memacu motornya cepat-cepat, bertahan dalam posisi 'menyenangkan' ini selama mungkin!
"Ini seperti film Evernesia saat sepasang kekasih pertama kali hendak berkencan, makan malam lalu menonton di bioskop!" Rani berbisik di dekat telinga Orion.
"Oh ya? Aku selama tinggal di Everlondon juga mencoba beberapa kali berkencan dengan gadis-gadis!"
"Uh, Orion, kau tahu saja cara membuatku cemburu!"
"Hahahahaha! Tidak, semua berakhir dalam kegagalan. Evereuropean girls are different! Sekarang aku jauh lebih suka kepada gadis Everasia sepertimu, walau 'syarat' untuk bisa bersamamu sangat berat!"
"Uh, ya. Just like I said. Kakek nenekku takkan suka jika aku berani pacaran bebas, apalagi dimiliki di luar nikah!"
"You'll see soon!"
Orion dan Rani tiba di perbatasan perbukitan dan bagian utama Chestertown. Sepi dan temaram. Sepertinya jalan raya itu telah diblokir. Beberapa pagar kawat berduri besar melingkar-lingkar pada batang pohon serta pagar-pagar besi tinggi diletakkan melintang di jalan masuk. Chestertown  telah melakukan lockdown lokal!
Sepeda motor Orion tak menuju ke sana. Â Berbelok ke suatu area pemukiman, keduanya tiba di sebuah rumah besar berpagar klasik ganda mirip kediaman Delucas.
"Welcome to my house. Inilah kediaman keluarga Brighton. My mother lives here."
Orion mematikan mesin sepeda motor, turun dan mengeluarkan anak kunci dari sakunya. Dibukanya sedikit gerbang menuju rumahnya yang besar. Orion menaiki kendaraannya lagi, mengantarkan Rani melalui jalan masuk utama menuju main mansion yang sangat mirip dengan milik keluarga Delucas.
Rani terkesiap. Rumah Orion cukup besar walau tampaknya kurang terawat. "Wow. It's amazing. You lived here?"
Orion mengangguk. "Sudah siapkah Nona Maharani Cempaka menjadi 'pendamping hidup sejati' seorang Duke Orion Brighton?"
Uh, a-a-apa?
(bersambung)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H