Masih cukup banyak saudara-saudara kita Bangsa Indonesia yang buta aksara dan sangat ingin bisa membaca dan menulis.
Karena itu haruslah bagi yang terpanggil lebih bersemangat belajar. Ada beberapa cara mudah dan murah, seperti paket pendidikan susulan, apalagi dengan semakin tersedianya buku murah dan gratis. Seharusnya kemajuan teknologi juga semakin mendukung, seperti adanya televisi di mana banyak dipertontonkan acara sarat teks dan kata-kata. Iklan, acara anak atau segala usia juga banyak yang menyajikan teks dan kata-kata. Dengan keinginan atau minat (dan tentunya akses) yang mumpuni, tentu idealnya semua bisa belajar.
Sayangnya, itu semua belum cukup dan belum sampai pada tujuan.
Melek huruf alias bisa membaca saja, belum tentu berarti akan membaca dan jadi bertambah pintar! (dan tak cukup hanya pintar saja, juga harus lebih bijaksana.)
Buta literasi murni dan nyata menjadi penyakit tersembunyi dan juga darurat literasi negeri ini!
Apa saja bentuk-bentuk buta dan darurat literasi murni dan nyata itu?
1. Bisa membaca apa saja namun buta pada pemilihan bacaan yang baik dan berguna bagi diri.
Baik bukan berarti harus selalu positif, indah, sempurna bebas salah tik, dan sebagainya. Baik dalam arti bisa mencerahkan, mencerdaskan, bermanfaat lebih dari sekadar menghibur.
2. Bisa membaca yang jauh lebih berkualitas namun menghabiskan waktu membaca yang secara kuantitas berlimpah, 'menghibur' namun hampa makna.
Apa saja 'sih, bacaan hampa makna itu? Bacaan yang hanya menawarkan wah-wah, kurang bisa mendidik secara baik lewat pemilihan kata-kata. Banyak sekali contohnya, tak perlu disebutkan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!