Baru saja turun dalam sebuah pemberitaan, seorang pengusaha asal Sumatra Barat mengekspor mainan lato-lato ke Malaysia sebanyak 40 karung pada tanggal 24 Januari 2023 kemarin. Tidak dijelaskan apakah mainan itu dibuat di Sumbar atau di kota lain di Indonesia. Dijelaskan jika dengan diekspornya mainan tersebut ke luar negeri akan turut membantu memajukan perekonomian masyarakat dan bersaing di pasaran internasional.
Apakah itu berarti Malaysia akan 'ketularan virus' viral lato-lato? Mungkin saja. Akan tetapi bukan itu masalahnya.
Saya pribadi tak seberapa peduli jika Negeri Jiran Malaysia akan 'keberisikan' tok-tok-tok lato-lato ini. Silakan saja mencoba bermain. Hanya beberapa pertanyaan sedikit mengganjal dalam hati.
1. Apakah hanya produk mainan tersebut 'yang bisa dibanggakan' dari Sumatra Barat? Apakah belum ada atau tidak ada produk lain yang lebih lokal dan khas dari Sumatra Barat yang bisa lebih autentik dan dikenal dunia?
2. Lato-lato memang viral, namun seperti mainan lainnya, suatu saat akan menemui titik jenuh / tingkat kepuasan konsumen akan berkurang. Seperti dahulu slime, fidget spinner, squishy, pop-it dan lain sebagainya.
3. Lato-lato mungkin baik untuk menggantikan ketergantungan anak-anak pada gawai / gadget untuk sementara, namun pada akhirnya akan ada plus minus dan positif negatifnya juga. Seperti cara dan waktu bermain serta polusi suara yang ditimbulkannya. Bukan pada besar desibel-nya melainkan konstan bunyi yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang yang mendengarkan. Juga pada kecelakaan saat bermain yang bisa dan kerap terjadi.
Semoga bermanfaat sebagai bahan pertimbangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H