Sedikit curhat sebagai intro. Belum lama ini saya ditendang (di-kick) dari sebuah grup menulis. Jujur saja, saya memang sudah lama ingin keluar sendiri dari sana. Hanya merasa segan dan sungkan karena saya menganggap beberapa anggota sebagai sahabat.
Barangkali karena opini yang selama ini saya bagikan, di mata beberapa atau hanya satu anggota/admin terasa kurang berkenan. Padahal bukan dibagikan di dalam grup itu, lho. Saya selama ini berprinsip, silakan mampir dan renungkan jika berkenan, silakan dijadikan bahan introspeksi, tidak setuju, tidak sehati, ya rapopo.
Sudah risiko memang, jika penulis tak bisa selalu memihak semuanya alias mencari win-win solution. Di sini senang di sana senang, mungkin begitu istilahnya.
Bahkan ketika kita sudah mencoba menegur, memberi masukan dan saran yang kita anggap baik lewat opini (seperti dalam blog ini, bukan di grup itu), tetap saja kita bisa dianggap toksik.
Jika pernah mengalami, atau mungkin malah kita yang merasa tersentil dengan tulisan seorang penulis, mari kita introspeksi diri.
1. Jadi penulis memang susah-susah mudah, mudah-mudah susah. Tak semua orang akan memihak kita, dan itu sudah risiko.
2. Walaupun kita dianggap toksik, mari kita jadi obat yang pahit tapi menyembuhkan. Lebih baik jika kita menjauh dari yang manis-manis, sedap, nikmat, lezat, namun malah menjadi racun yang sesungguhnya.
3. Dalam menulis fiksi, kita jaga kata-kata. Dalam menulis opini, selama kita tak menyebut nama atau apa saja yang kita tuju, mungkin masih tak apa-apa sedikit lebih jujur dan bebas. Tanpa sebut nama. Tanpa memberi label atau merek. Masih ada netiket, 'toh?
Berikut sebuah perumpamaan. Saya mencium bau (maaf) kentut dalam sebuah ruangan berisi banyak rekan. Lalu saya keceplosan atau spontan bertanya, "Siapa yang kentut?". Permisi tanya, jika ada yang kemudian tersinggung, marah-marah, sudah pasti dia yang kentut, bukan? Lalu, apakah saya salah karena bertanya siapa yang kentut? Apabila saya menunjuk atau menuduh, "Kamu ya, yang kentut!" Nah, itu baru saya salah. Betul atau betul? Silakan dijawab sendiri.
Disukai, disetujui, atau sebaliknya, tetaplah menulis! Selama asli dari hati, jujur, tidak pakai embel-embel tertentu, siapa takut?
Hanya sebuah opini, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H