4. Membuat event namun lebih mengutamakan anggota tertentu saja. Tidak mampu atau tidak mau mengakomodasi suara bersama alias tidak semua aspirasi bisa tertampung.
5. Tidak berusaha membuat semua anggota maju, hanya mengutamakan pribadi-pribadi/individu yang disukai si pemimpin saja. Alias pilkas, pilih kasih.
Keberadaan genglit seringkali tidak kita sadari. Kadang kita menjadi anggota di dalamnya namun kita tidak peduli, cuek, tidak mau tahu atau ikut campur.
Saran saya, sebaiknya kita berusaha agar komunitas apapun, terutama literasi, tidak hanya sekadar jadi sebuah genglit.
Komunitas dan kelompok bersama hendaklah bertujuan mulia untuk mendukung semua anggota demi kemajuan bersama. Tak semua pendapat pemimpin/senior harus selalu diangguki, diamini dan dimanuti, anggota bebas berpendapat dan berkreasi penuh kebebasan atas kesadaran dan tanggungjawab masing-masing.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H