Penulis pemula seringkali memiliki harapan alias ekspektasi yang besar. Namun ada beberapa salah kaprah atau pemahaman yang kerap terjadi.
1. Mengharapkan calon pembaca 'hanya' dari pengguna aplikasi, lingkaran penulis dan sesama yang berminat saja. Padahal dunia sangat luas. Oke, bicara Indonesia saja dulu. Sebenarnya bukan hanya sekian orang itu saja yang bisa membaca karya Anda. Jangan puas dengan sekian komentar, pelanggan, dan sebagainya. Mereka hanya segelintir saja dari orang yang berpotensi membaca!
Bagaimana caranya? Luaskanlah sayap dan cara pandang Anda. Beranilah berpromosi ke siapa saja. Asal karyamu halal, asli dari diri, bukan bajakan atau hasil plagiasi, mengapa tidak berani? Suarakan kata-katamu!
2. Langsung ingin dapat gaji atau penghasilan setara dengan pekerjaan biasa purna waktu di kantor. Oke, menulis memang seperti mengamen. Tidak selalu akan didengarkan. Jadi, pendapatan luar biasa besar mungkin takkan bisa instan seperti yang didengungkan para duta platform menulis. Barangkali pada awalnya hanya akan cocok jadi sampingan atau hobi saja.
Tapi jika suara kita merdu, asli, bukan lipsync atau hasil sulih suara, mengapa harus takut-takut memperdengarkan? Barangkali kita hanya jadi penyanyi kamar mandi saja saat ini, namun bukan mustahil akan ada produser atau pemilik dapur rekaman di luar sana tak sengaja mendengar betapa merdu suaramu.
3. Bisa ikut-ikutan menulis genre yang populer dan 'panas' seperti di luar sana. Belum tentu kita bisa, mampu, dan nyaman. Jika merasa tidak nyaman, diuber-uber, apakah akan selamanya bertahan dengan apa yang tidak kita sukai? Pekerjaan apapun termasuk menulis adalah sesuatu yang seharusnya nyaman dikerjakan dengan penuh keringanan dan sukacita. Ringan bukan berarti mudah, melainkan tanpa beban pikiran yang mengganggu. Menjadi passion dan keinginan yang kita lakukan tanpa berat hati alias 'biasa aja tuh!' seiring waktu.
Ibarat koki Masterchef yang sudah piawai memasak, tetap saja tak semua jenis masakan di dunia ia bisa kuasai/minati, tak semua pesanan ia bisa handle dalam sekejap. Tangannya hanya ada dua, tidak 8 seperti Dewi Durga. Ia takkan merasa 'nikmat' memasak apa yang tidak ia minati. 'Sekadar bisa masak' ya masih mungkin, menduplikasi dan belajar dari resep ya bisa saja, namun takkan pernah bisa menguasai secara mendalam.
"Tuliskan apa saja yang jadi keinginan dan passion-mu. Bukan keinginan dan passion mereka."
Baca juga: Belajar Positif Negatif Hidup dari Lato-latoIntinya, penulis pemula dan pro tetap harus belajar terus secara mandiri dari membaca, bukan hanya dari kelas menulis atau apa kata para mastah saja. Jawaban atas segala pertanyaan lebih baik dicari dan dialami, bukan dijawab seseorang 'lewat omongannya saja'.
Semoga bermanfaat.