4. White space atau ruang bernapas agar cover tidak penuh sesak dengan ilustrasi yang gontok-gontokan dengan teks dan atau malah ramai membingungkan.
5. Palet warna yang serasi, selaras, tidak belang bonteng.
Selain itu, blurb atau deskripsi isi seyogyanya sesingkat, sepadat dan sejelas mungkin. Mengapa?
1. Blurb adalah sebentuk promosi terselubung atau kata pemancing saja. Buku ibarat menu restoran, di mana blurb adalah icip-icip atau tester, di mana jika calon pembaca ingin tahu rasa masakan itu, merasa suka/berminat tapi ingin lebih banyak, silakan order masakannya (beli atau baca bukunya).
2. Blurb yang bertele-tele hanya akan membuat pembaca ogah atau bosan. Ingat, buku di beranda atau toko buku fisik bersaing dengan buku lain. Pada saat ini, buku sering dianggap sebagai karya seni yang elegan, estetik dan bisa tampil simpel sebagai simbol literasi di mana saja, kata-kata di belakang bisa tampil padat, singkat, jelas dan ringkas tanpa mengurangi maknanya.
3. Blurb boleh mencerminkan isi tapi tidak usah 'membuka' atau reveal semuanya. Blurb bukanlah (tidak sama dengan) sinopsis atau kesimpulan. Bagaikan teka-teki yang buat penasaran, jawaban harus ditemukan pembaca sendiri dalam buku itu. Caranya? Beli.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H