Mainstream, tak perlu panjang-lebar dijelaskan, merujuk pada apa yang sudah umum atau sering disajikan dan disukai publik.
Dalam hal ini, kisah (bacaan) fiksi atau literatur mainstream. Apa saja? Saking banyak atau seringnya, anak kecil saja sudah tahu.
Contohnya, kisah ala-ala yang seperti sudah banyak tayang di televisi pada malam hari, kisah-kisah nyata (atau nyata-nyataan), yang jingle-nya terngiang di telinga sampai hafal di luar kepala, dan isi ceritanya sudah begitu kita bisa tebak, jika si antagonis tidak mati, ya menyesal, atau dapat azab.
Contoh temanya? Keluarga (tidak bahagia), (glorifikasi) kekerasan, pemimpin perusahaan atau orang kaya serba sempurna tanpa cacat cela, dan lain sebagainya.
Mainstream bisa jadi 'lebih dicari' pembaca, juga 'laris manis' ditulis  karena:
1. Banyak kita sebagai pembaca senang menyaksikan manusia lain (yang jahat) menderita.
2. Kita sebenarnya bosan (banget) namun karena tak ada alternatif lain, terpaksa membaca apa yang ada di beranda.
3. Kita suka mengiyakan 'benar juga ya!' karena membaca label kisah nyata maupun memperbandingkan dengan pengalaman siapapun yang kita kenal (padahal sebenarnya kisah nyata yang dituliskan itu sudah dimodifikasi alias ditambahkan ini-itu yang ajaib bin tidak masuk akal sebagai bumbu.)
Sudah saatnya bagi penulis fiksi untuk berani keluar dari arus mainstream. Sudah waktunya untuk pembaca coba lirik yang anti mainstream. Mengapa?
1. Â Mainstream sudah sangat banyak, hingga berulang, disajikan dalam kuantitas besar, mirip-mirip dan lama kelamaan akan menjadi jenuh.