Hobi baca sering merambat jadi hobi nulis. Betul, karena banyak pembaca yang memang berminat dan hobi pada literasi dan literatur pada umumnya juga tergugah, terinspirasi, lalu punya aspirasi sendiri.
Sayangnya pembaca muda atau awam masa kini agak beda gaya dengan pembaca zaman dulu seperti saya.
Masa kecil dan remajaku sering dihabiskan ke toko-toko buku dan perpustakaan, membeli buku dan meminjam buku. Saking banyaknya jadi aku tak ingat lagi baca apa di mana, hanya beberapa buku dan karya penulis jadul tertentu masih di hati hingga kini.
Pembaca masa kini kebanyakan membaca literatur instan, maka ilmu penulisan yang didapat dan diserap juga jadi instan. Entah novel online, berita-berita Google, blog-artikel seperti Kompasiana kita tercinta ini.
Bukannya bacaan instan berarti kurang baik atau kurang bagus. Instan juga berarti kebebasan yang kadang jadi kebablasan. Kita sebagai pembaca masa kini harus cerdas-cerdas belajar menyaring sendiri bahan baku apa yang masuk di 'pabrik otak kita'.
Yuk, coba baca dan tuliskan...
1. Tulisan asli dari hati, pengalaman, perasaan dan pengetahuan si penulis. Boleh saja berupa opini kita atau orang lain, atau berdasarkan riset dan pengamatan siapa saja, asal tidak meniru-mengambil mentah-mentah/jiplak. Berasa betul kok, dari cara penuturan dan pengolahan kata-kata si penulis.
2. Tulisan yang tak hanya ikut-ikutan tren atau hits saja, bukan hanya yang mainstream atau berisi yang disukai banyak orang lain. Belum tentu apa yang disukai orang lain juga kita akan suka, bukan?
3. Tulisan yang walaupun fiksi memiliki sekadar makna, satu dua amanat yang bisa dipetik, pembelajaran ringan yang tidak menggurui namun bisa mendidik.
4. Tulisan yang diterakan secara rapi dan hati-hati.