Dear Ibu di Surga, atau mungkin masih di sisiku,
Sudah beberapa hari atau minggu sejak Ibu 'berlalu'. Aku di sini menemani, Bu. Aku tahu, tak sebaiknya aku biarkan dirimu berada di sini, di atas ranjang berseprai kotor dan lusuh ini. Namun apa daya, Bu, hanya ini petiduran yang kita miliki, meski kita dulu punya segalanya. Demi mengobati penyakitmu, Bu, kami jual segalanya.
Ayah dan Paman belum lama sudah 'berlalu' juga. Hening, sunyi, hampa sudah terasa biasa saja di rumah ini. Tak ada jerit, tangis, atau tawa anak kecil, tak ada suami, juga tak ada pembantu. Aku sendiri. Sejak lama, hanya sendiri. Tak apa-apa, mungkin memang aku harus menemanimu sebagai tanda baktiku kepadamu.
Bu, aku masih setia merawatmu hingga kini. Kusisir lembut rambutmu, dengan hati-hati kubersihkan tubuhmu, kuberi kau minum susu, meskipun kau tak menelannya. Aku yakin kau hanya sedang tidur saja. Kau cantik, masih sama seperti dulu. Aku tak ingin kecantikanmu terkubur sia-sia jika kau kumakamkan. Aku yakin kau hanya tidur saja, seperti Putri Aurora dalam dongeng yang kau bacakan untukku dan kakak-kakakku sewaktu kami masih kecil. Suatu saat kau akan terbangun seperti mujizat indah dalam sebuah kitab suci.
Kakak-kakakku, sekarang mereka entah di mana. Hanya aku masih di sini, setia menemanimu. Aku tak peduli jika tak ada hiburan di rumah ini. Hanya decak cecak saja terdengar sesekali.
Ibu, kemarin dua petugas dari luar berkeras menemuimu. Mereka masuk, ingin tahu siapa pemilik rumah ini. Aku ingin mencegah. Aku tak mau mereka tahu jika Ibu sedang tidur nyenyak, mengganggu, lalu berusaha membawa Ibu pergi dari sisiku. Lampu kamar ini mati, namun mereka ternyata diam-diam menggunakan lampu ponsel. Melihat sosokmu, mereka gentar, lalu kabur ketakutan.
Mengapa? Apakah dirimu sedemikian menakutkan? Tapi tak apa-apa, Bu. Mereka memang tak seharusnya masuk kemari. Paman mengusir, lalu aku kembali merawatmu. Akan kujaga dirimu dan menunggumu hingga kita bertemu lagi. Entah aku yang menutup mata atau Ibu yang membuka mata. Yang mana saja, asal kita bisa bersama.
Bu, aku lapar, aku haus, namun aku merasa kita semakin dekat. Tak apa-apa, Bu, aku tahan, tak usah makan, tak perlu minum. Toh sedikit lagi, sebentar lagi kita akan bertemu. Pandanganku semakin nanar, dunia semakin gelap, cahaya putih di atas semakin terang.
Ibu, aku datang. Aku pulang.
Tangerang, 28 November 2022.