Fiksi (mungkin/biasanya) hanya berdasar khayal belaka. Beda dengan non fiksi yang merupakan literatur berdasarkan fakta. Akan tetapi jangan salah, fiksi juga punya sejumlah 'fakta' lho. Apa saja?
1. Fiksi mungkin ngimpi, imajinasi penulis belaka, atau bahasa kerennya 'halusinasi'. Mungkin sekali penulis sebenarnya tahu jika apa yang ia tulis sesungguhnya 'tidak benar'. Dengan sadar dan sengaja menciptakan karakter super sempurna atau setting wah hebat luar biasa. Akan tetapi pembaca seringkali terhanyut lalu tanpa sadar mencampuradukkan fiksi favoritnya dengan kenyataan. Maka semua penulis patut berhati-hati, jangan sampai khayalannya keterlaluan 'di luar batas' hingga bisa membawa dampak negatif. Kita sebagai penulis tak pernah akan tahu bagaimana efek tulisan kita melalui pesan moral/amanat yang disampaikan.Â
2. Fiksi bisa ditulis berdasarkan kisah nyata (based on true story), akan tetapi bukanlah 'kenyataan' itu sendiri. Semua sudah ditambah 'bumbu' agar sedap dibaca. Pembaca perlu menyadari jika semua yang dituliskan belum tentu telah terjadi, dapat terjadi dan akan terjadi.
3. Fiksi sekalipun 'bohongan' haruslah ditulis dengan logika. Bukan berarti harus tepat/ilmiah 100 persen. Akan tetapi kita patut mempertimbangkan kewajaran dan batas-batas yang ada dalam alam dan kehidupan. Memang boleh-boleh saja berfantasi, ngayal, akan tetapi seyogyanya kita usahakan agar tidak terlalu ekstrem.
Pembaca awam bisa saja masa bodoh dengan tulisan ngaco kita, namun pembaca kritis akan tahu dan memperbandingkan semua yang kita tulis hingga detail terkecil sekalipun.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H