Kejujuran, rasanya mudah dan semua orang merasa yakin jika dirinya selama ini cukup jujur. Tidak ada yang suka berbohong, apalagi mengaku sebagai pembohong.
Akan tetapi pada praktiknya, jujur terasa sangat sulit untuk dilakukan.
Berikut ini beberapa contoh perbuatan kita yang berusaha jujur namun sebenarnya seringkali tidak:
1. Memberi like atau love di media sosial. Kita sekadar memberi klik suka karena kita temannya, kita mengikuti dia, mendukung dia, namun sebenarnya dalam hati mungkin saja tidak. Kita ingin mengkritik, ingin memberi saran, namun kita khawatir dia akan tersinggung lalu jadi berselisih dengan kita.
2. Memberi persetujuan, padahal sebenarnya kita tidak setuju. Misalnya karena dia senior kita, kita ikut-ikutan mendukungnya karena merasa dia sudah pasti lebih tahu dari kita. Padahal belum tentu juga, bukan?
3. Menyukai penampilan. Misalnya banyak suami-suami alami, istrinya minta penampilan dipuji padahal kurang disukai. Daripada berkelahi, lebih baik papa berkata, "Okelah, Mama cantik kok!"
Jadi, lebih baik jujur atau tidak?Â
1. Jujur secara pribadi. Agar tidak dianggap mempermalukan, ada baiknya kita memberi saran atau kritik di media sosial secara privat saja.
2. Memberi pujian namun tambahkan kemungkinan lain di belakang, misalnya katakan setuju dulu, berikan sanjungan, baru arahkan alternatif lain baginya sebagai pilihan, "Ada baiknya begini, lho. Misalnya..." dan sebagainya.
3. Menyukai dulu, akan tetapi menambahkan embel-embel, jika perlu dengan rayuan, "Mama cantik pakai dress totol-totol besar, tapi akan jauh lebih cantik pakai garis-garis vertikal saja, bakal kelihatan jauh lebih muda lho!"