Jujur saja, saya lama tidak spesial lagi mantengin acara tivi.
Sejak zaman kuliah, kegiatan menonton televisi bukan lagi jadi rutinitas. Bukan karena tidak mau, tetapi karena tidak sempat.
Sedikit flashback. Saat muda belia dulu, masih teringat betapa rutin TVRI menayangkan Si Unyil, film kartun Donal Bebek (sekali-sekali) hingga Gemar Menggambar yang dipandu almarhum guru lukis saya, Bapak Tino Sidin.Â
Juga masih teringat acara lomba antar sekolah Cerdas Cermat, Cepat Tepat dan juga aneka acara hiburan dan pendidikan anak-anak di sore hari. Nyanyi dan tari jika tidak salah.Â
Lalu sore-malam pasti ada berita daerah, berita nasional, dan Dunia Dalam Berita. Ada juga siaran berita Bahasa Inggris dan pelajaran Bahasa Inggris. Yang tak terlupakan tentu saja Ria Jenaka dan Srimulat.Â
Masih banyak lagi yang legendaris seperti drama Losmen, Rumah Masa Depan, ACI. Jangan lupakan juga film seperti Warkop DKI dan film-film lama mancanegara yang kerap tayang pada malam hari atau akhir pekan. Belum lagi acara nostalgia nyanyian lamanya, aneka kuis seperti Berpacu Dalam Melodi, dan sebagainya.
Masa-masa itu sungguh menyenangkan. Hingga era awal 1990-an, bermunculan TV-TV swasta yang penuh iklan. Beberapa jingle iklannya hingga kini masih terngiang di telinga.Â
Lebih banyak lagi tawaran acara tersedia dengan durasi cukup lama, lebih dari yang disajikan TVRI. Mulai dari America's Funniest Home Videos, Hit Squad, MacGyver, Airwolf, Knight Rider hingga Baywatch. Mulai lebih pagi, selesai lebih malam, bahkan kini sudah 24 jam ada acara tivi. Pokoknya seru!
Sayangnya mutu pertelevisian semakin ke tahun 2000-an kok semakin tak menentu. Sinetron TV swasta pada awal-awalnya seru, semakin kemari semakin mirip semua dan tidak lagi jadi memorable. Misalnya Si Doel Anak Sekolahan, season-season pertamanya sangat menarik. Semakin ke belakang, semakin maksa. Apalagi kisah sinetron lain yang terus berlanjut hingga lebih dari tiga season dan ribuan episode.
Iklan yang bejibun dan diulang melulu jadi buat jenuh dan malas nonton. Bayangkan, dalam 1 jam nonton di waktu prime time, lebih dari 15-20 menit adalah porsi untuk iklan.
Sejak itu saya semakin malas nonton, lebih milih cari film sekali tayang pilih sendiri atau unduh di internet saja, sehingga bisa ditonton bebas tanpa mesti menunggu iklan yang mengganggu.Â
Tetap saja ibu-ibu zaman now kebanyakan lebih suka nonton televisi biasa hingga saat ini. Bisa sambil masak, istirahat makan, nyetrika baju atau olahraga di rumah, misalnya sambil gowes sepeda statis atau lari di atas treadmill. Kadang malah lupa waktu, entahlah jika keasyikan dimanja beningnya siaran TV digital. Asal jangan bengong nonton sampai gosong ikan di penggorengan.
Televisi digital adalah terobosan yang masih sangat baru bagi kita semua. Meskipun teknologi ini masih belum teraplikasikan dengan baik (di televisi kami di Jakarta masih ada delay dan glitch) namun diharapkan di masa depan lebih banyak konten bermutu yang bisa dipilih sendiri oleh kita sebagai orang tua. Jangan sampai banyak konten-konten pengejar viral besutan content creator yang kurang berguna bagi generasi muda bisa masuk dengan mudah seperti halnya di Youtube maupun saluran-saluran internet lainnya.
Perlu adanya sensor ketat dari pihak yang berwenang agar kehadiran siaran TV Digital tidak menjadi pedang bermata dua bagi generasi penerus. Selamat datang di masa depan penuh harapan, semoga kita semakin bijak memilih tontonan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H