Antara ide bagus atau malah membuat ribet orang tua, wacana mengenakan seragam pakaian adat di sekolah menuai pro kontra. Sebenarnya ada baiknya juga, selain karena anak-anak zaman now kebanyakan sudah tak ngeh atau peduli lagi dengan pakaian dan adat istiadat daerah, penggunaan pakaian adat juga bisa menimbulkan rasa bangga pada kekayaan budaya tanah air.
Ada beberapa opini yang mungkin pemerintah dan pihak-pihak yang berwenang patut pertimbangkan masak-masak sebelum wacana ini dijalankan:
1. Harga serta ketersediaan pakaian adat di daerah masing-masing. Beberapa daerah memang memiliki busana yang simpel, praktis dan tidak ribet. Harga juga relatif terjangkau. Akan tetapi masih banyak daerah yang memiliki busana yang katakankah elaborate alias sedikit ribet.
2. Kendaraan atau sarana transportasi yang digunakan siswa ke sekolah. Apabila siswa tinggal di daerah yang sulit, semisal di daerah berhutan atau tepi sungai di mana mereka perlu berganti pakaian apabila melewati medan yang sukar. Atau malah di kota, di mana transportasi umum bisa menjadi kendala karena siswa-siswi dengan baju adatnya yang ribet harus duduk bersebelahan dengan penumpang lainnya. Juga bisa mempertimbangkan siswa-siswi yang membonceng orang tua dengan kendaraan roda dua. Apakah seragam pakaian adat dijamin tidak akan membahayakan keselamatan?
3. Jika mengingat ada acara di Hari Kartini di mana siswa-siswi biasanya mengikuti lomba busana daerah, ada juga yang menggunakan momen tersebut untuk berias secantik mungkin demi memenangkan lomba dan memperoleh piala. Akan timbul rasa persaingan antara siswa-siswi, khususnya bagi yang berusaha untuk tampil lebih baik. Akibatnya tidak mustahil akan timbul rasa minder bagi yang koleksi atau dandanannya kurang menarik dikarenakan kondisi ekonomi orang tua dan sebagainya.
Semoga tiga hal di atas bisa menjadi bahan pertimbangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H