"Ya Tuhan! Ayo, bawa ke rumah sakit!"
Maryam segera mencegah,"Jangan! Saya mohon, bantu saja agar saya bisa memakamkan suami saya dengan layak!"
Akhirnya ada juga beberapa tetangga yang bersimpati datang menolong Maryam. Uniknya, bukan mereka yang sekepercayaan, melainkan beberapa ibu dari berbagai suku dan golongan.
Walau akhirnya bisa dikebumikan walau bukan di taman pemakaman umum melainkan di tanah kosong yang merupakan 'pemakaman liar' yang bisa digusur kapan saja, sepertinya tak ada pilihan lain untuk saat ini.
"Astaga! Apa yang harus kulakukan?" Maryam masih meratapi nasibnya.
Tetiba telepon genggamnya berbunyi. Ia sudah berhari-hari tidak mengecas baterainya karena begitu takut akan menerima panggilan tak dikenal yang mungkin saja teror dari mereka yang telah mencabut nyawa suaminya.
"Astagafirullah. Mike!" Maryam bersyukur, ternyata rekannya itu yang menelepon.
"Kau tidak apa-apa? Sudah beberapa hari tidak masuk bekerja tanpa kabar, aku belum mengabarkan kepada manajer! Bisa-bisa beliau nanti ngamuk besar!"
"Tak usah. Aku belum siap untuk kembali keluar sana! Bagaimana jika ternyata orang-orang yang telah merenggut nyawa Hafiz juga mengincarku?"
"Bagaimanapun kau harus tetap tabah dan bertahan! Apa kau ingin jika aku mampir dan membawakanmu makanan? Kau mau pesan apa? Kali ini aku traktir!"
"Aku hanya ingin sekali bertemu kembali dengan Aisyah! Apa yang mungkin orang-orang keji itu perbuat pada seorang gadis kecil yang masih di bawah umur?"