Senada dengan media televisi, portal berita online dan cetak menunjukan hasil Quick Count yang hampir serupa, kurang lebih 55% untuk petahana dan 45% untuk penantang.Â
Begitu pun dugaan saya jauh sebelum 17 April, dimana saya sudah men-cak bahwa perbandingan kemenangan bagi petahana sebesar 55:45 dan rupanya perhitungan saya tidak meleset jauh dari hasil perhitungan cepat para lembaga survei independen maupun KPU.Â
Meskipun hasil hitung cepat bukan jaminan , tetapi hal ini cukup mempertegas kemungkinan bahwa penantang akan tumbang kembali.
Lalu apakah esensi dari pesta demokrasi ini adalah menang dan kalah?Â
Tentu tidaklah demikian.
Sesungguhnya ujian terbesar baru akan dimulai apabila kemenangan berpihak kembali pada petahana.Â
Pasalnya, 45% bukanlah jumlah yang sedikit. Hampir separuh warga Indonesia yang bisa dikatakan tidak memilihnya, atau dengan kata lain, banyak yang tidak puas dengan kinerja pemerintahan 5 tahun kebelakang ini.Â
Jika kita tilik kembali, sejumlah gerakan-gerakan masif yang mengusung pergantian presiden sangat santer digelar seperti aksi 212, 412, 67 dan sebagainya.
Karena stigma negatif sebagian masyarakat yang merasa bahwa pemerintahan Joko Widodo merupakan pemerintahan yang memiliki sikap abu-abu, tidak pro Islam, totaliter, tajam kepada lawan politiknya, senang membungkam suara rakyat, dll.
Hal-hal tersebut sangat perlu diperhatikan bagi petahana. Mengembalikan kepercayaan sekitar 45% masyarakatnya harus menjadi agenda utama kedepan, untuk meminimalisir kemungkinan aksi-aksi susulan yang lebih besar setelah petahana dilantik dan memerintah kembali.Â
Apabila masalah yang sebenarnya tidak mampu diatasi dengan baik, bukan tidak mungkin hal tersebut akan terulang dan bahkan menambah buruk citra presiden Joko Widodo.Â