Mohon tunggu...
Randi Hari Putra
Randi Hari Putra Mohon Tunggu... -

Apoteker; ASN Badan Pengawas Obat dan Makanan; Cosmetic Product Safety Evaluator

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Hamil, Waspada Antibiotika

23 Mei 2012   06:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:56 6644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehamilan adalah momen terbaik bagi seorang calon ibu. Kehadiran jabang bayi dalam kehangatan keluarga sangat dinantikan. Maka, hamil bukan cuma soal menjaga asupan gizi, perhatian dan kontrol kesehatan ekstra ketat pun tak ayal harus dilakukan oleh ibu hamil demi bayi yang sehat.

Kesehatan ibu saat kehamilan sangat mempengaruhi tumbuh kembang janin. Berbagai macam penyakit, infeksi maupun non infeksi bisa saja terjadi. Tidak jarang untuk menghilangkan rasa sakit yang ditimbulkan pada akhirnya ibu mengkonsumsi berbagai obat. Ada kalanya, ibu hamil yang mengalami infeksi memerlukan penggunaan antibiotik sebagai pilihan obat. Banyak obat-obatan yang dikonsumsi ibu dapat masuk dalam plasenta dan mempengaruhi janin.

Perlu kecermatan dokter untuk memilih antibiotik yang tepat untuk ibu hamil. Cermat memilih obat perlu dimulai sejak berencana hamil karena kadang seorang perempuan tidak tahu pasti kapan ia hamil. Seorang perempuan baru akan menyadari kalau haidnya terlambat minimal 2 minggu setelah terjadinya pembuahan. Jika pada masa itu telah terjadi pembuahan, obat-obatan khususnya antibiotik tertentu sudah bisa menyebabkan calon janin mengalami kecacatan dalam proses pertumbuhannya.

Sedapat mungkin hindari penggunaan obat pada trimester pertama kehamilan.  Harus pilih yang manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan risikonya. Diantara antibiotika, hanya beberapa golongan saja yang tampak merugikan digunakan selama kehamilan. Tapi, pengetahuan tentang sebagian besar antibiotika masih terbatas. Ini bisa dilihat dari  peringatan yang dicantumkan oleh produsen antibiotika, untuk tidak memberikan obat saat hamil. Jika obat yg digunakan diduga kuat dapat menyebabkan kecacatan maka lakukan USG.

The US Food and Drug Administration (FDA) telah mengelompokkan semua antibiotika berdasarkan risiko penggunaannya pada wanita hamil. Kategori tersebut adalah sebagai berikut:

·Kategori A

Obat telah banyak dipakai pada wanita hamil atau yang mampu hamil tanpa kenaikan insidensi malformasi atau pengaruh buruk secara langsung atau tidak.

Contoh: Secara umum antibiotika yang masuk kategori ini sangat dikit. Salah satunya adalah Nistatin, klotrimazol, econazol, mikonazol.

·Kategori B

Obat yang pemakaiannya masih terbatas pada wanita hamil atau yang mampu hamil tanpa kenaikan insidensi malformasi atau pengaruh buruk secara langsung atau tidak.

Contoh: Aztreonam, sefalosporin, klindamisin, eritromisin, metronidazol, nitrofurantoin, penisilin (termasuk amoksisilin).

·Kategori C

Efek farmakologi obat dapat menyebabkan pengaruh buruk pada janin tanpa disertai malformasi anatomik dan pengaruhnya bersifat reversible(dapat balik).

Contoh: floroguinolon, kloramfenikol, gentamisin, klaritromisin, trimetoprim.

·Kategori D

Obat menyebabkan kenaikkan kejadian malformasi pada manusia yang bersifat irervesibel. Obat juga punya efek farmakologi yang merugikan pada janin. Dihindari sedapatnya.

Contoh: tetrasiklin, streptomisin, Amikacin, tobramycin, netilmycin, kanamycin

·Kategori X

Obat berisiko tinggi pada kehamilan karena pengaruhnya ireversibel. Kontraindikasi pada wanita hamil. Belum ada (mohon dikoreksi jika keliru) antibiotika yang termasuk kategori ini.

Untuk semua kelas obat, manfaat penggunaan antibiotika harus lebih besar dari risikonya.

Beberapa contoh antibiotika yang sudah terbukti secara ilmiah mengganggu tumbuh kembang janin misalnya kloramfenikol. Pemberian kloramfenikol pada wanita hamil, terutama pada trimester II dan III, di mana organ hatinya belum matang terbentuk, dapat menyebabkanterjadinya sindroma Grey pada bayi ketika dilahirkan, ditandai dengan kulit bayi keabu-abuan, hipotermia, muntah, dan menunjukkan reaksi menolak menyusu, di samping pernafasan yang cepat dan tidak teratur. Kloramfenikol dimasukkan dalam kategori C, yaitu obat yang karena efek farmakologiknya dapat menyebabkan pengaruh buruk pada janin tanpa disertai kecacatan anatomik. Pengaruh ini dapat bersifat reversible(dapat balik), namun tetap saja pemberian kloramfenikol selama kehamilan sejauh mungkin dihindari, terutama pada minggu-minggu terakhir menjelang kelahiran dan selama menyusui.

Lalu ada lagi tetrasiklin (kategori D). Penggunaan tetrasiklin telah didentifikasi berefek bagi keduanya, ibu dan janin. Ibu hamil bisa mengalami nekrosis lemak akut pada hati, pankreasitis, dan kerusakan ginjal. Pada janin, obat ini bisa menyebabkan penghambat pertumbuhan, pewarnaan gigi, dan hipoplasia enamel gigi. Meskipun tetrasiklin tidak terbukti menganggu pada trisemester pertama atau pada dosis kecil, tapi penggunaan obat ini lebih baik dihindari.

Streptomisin dan obat lapis kedua untuk TBC (kanamisin, etionamid, kapreomisin) sebaiknya dihindari pada wanita hamil karena efek samping yang akan terjadi pada janin. Hasil penelitian tentang pemakaian streptomisin pada ibu hamil yang menderita TBC menunjukkan 50 anak tidak mengalami gangguan, 2 dari 33 anak dengan kehilangan pendengaran, sampai 4 dari 13 anak dengan tes pendengaran tidak normal. Penelitian lain menyimpulkan streptomisin dapat menyebabkan kerusakan sistem vestibular (keseimbangan) dan kerusakan saraf vestibulacochlearis (keseimbangan dan pendengaran). Pada negara berkembang dengan prevalensi penyakit TBC cukup tinggi dianjurkan tidak menggunakan streptomisin selama kehamilan, karena streptomisin dapat  melewati plasenta dengan cepat sampai ke sirkulasi janin dan cairan amnion (ketuban). Kadar yang bisa menembus plasenta dapat mencapai 50% dari total obat yang diminum.

Secara umum, penggunaan antibiotik memang tidak boleh dilakukan sembarangan. Para ibu hamil sangat dianjurkan untuk berkonsultasi dengan apoteker atau dokter sebelum menggunakan antibiotik. Antibiotik harus diminum dengan diagnosis pasti bahwa ibu hamil memang terinfeksi bakteri. Antibiotik harus diminum secara teratur sesuai aturan sampai habis, sebab jika tidak justru bisa memicu kekebalan atau resistensi kuman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun