"Semakin bertambahnya usia seseorang, semakin banyak pula beban yang akan ditanggung."Kira-kira seperti itulah perkataan yang sering kita dengar ketika mulai memasuki usia kepala dua. Pernyataan tersebut sama sekali tidak salah, karena faktanya, semakin dewasa seseorang, pikiran mereka akan semakin dipenuhi oleh hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya di masa depan. Entah itu pendidikan, karir, ekonomi, sosial, hingga percintaan. Banyak dari kita, khsusunya para millennial, sering kali dipenuhi pertanyaan, misalnya "apa gue worthy untuk hal yang gue jalanin sekarang?" atau malah, seringkali kita menyangkal kepada diri sendiri bahwa kita sudah cukup dewasa untuk hal-hal yang receh di sekitar kita.
Tapi kalian tau gak sih, kalau fenomena-fenomena diatas memang ada namanya dan studinya sendiri lho!. Fenomena-fenomena tersebut disebut dengan quarter life crisis. Menurut Fischer (2008) quarter life crisis adalah perasan khawatir yang hadir atas ketidakpastian kehidupan mendatang seputar relasi, karier, dan kehidupan sosial yang terjadi sekitar usia 20-an. Sedangkan Nash dan Murray (2010) mengatakan bahwa yang dihadapi ketika mengalami quarter life crisis adalah masalah terkait mimpi dan harapan, tantangan kepentingan akademis, agama dan spiritualitasnya, serta kehidupan pekerjaan dan karier. Yup! quarter life crisis ini secara sadar atau tidak pasti pernah dialami oleh kita semua, terlebih lagi mahasiswa semester atas yang jika dihitung jumlah tugas dan temannya, tentu akan lebih banyak tugas daripada teman (hehe).
      Maraknya fenomena quarter life crisis dikalangan milenial bisa dibilang menginspirasi para sutradara-sutradara film untuk membuat sebuah karya dengan bertemakan quarter life crisis. Dan tentunya film ini akan sangat membuka wawasan kita terhadap 'kegalauan' yang kita alami saat ini dan tentunya banyak hikmah yang akan kita dapatkan. Salah satu film yang membahas tentang quarter life crisis dan dengan bahasan yang cukup ringan ditonton oleh semua kalangan adalah 'Unicorn Store'. Film ini bercerita tentang seorang wanita bernama Kit yang akan menginjak usia kepala tiga dan masih ter-obsesi dengan hal yang sangat ia sukai di masa kecilnya, yaitu unicorn dan glitter warna-warni. Namun, setelah Kit menyadari bahwa obsesinya tersebut menuai cibiran dari orang-orang disekitarnya (termasuk orang tuanya) dan karena kegagalannya untuk masuk sekolah seni, Kit akhirnya bertekad untuk merubah penampilannya menjadi layaknya wanita dewasa pada umumnya yang berpenampilan normal dan menjadi pegawai kantoran. Padahal jauh di lubuk hatinya, Kit masih sangat ter-obsesi dengan glitter warna-warni dan ingin sekali memelihara seekor Unicorn.
Film 'Unicorn Store' ini menggambarkan tentang quarter life crisis yang sering dialami oleh para milenial. Kit dalam film tersebut yang masih ter-obsesi dengan keinginan di masa mudanya menggambarkan bahwa kita yang kerap menyangkal bahwa kita sudah memasuki fase dewasa dalam hidup ini dan masih menganggap diri kita masih muda, sehingga wajar untuk kita memiliki obsesi yang 'mustahil' menurut orang-orang yang seumuran (dewasa) dengan kita. Selain itu, sikap dilema yang Kit alami antara memilih untuk berkarir dan mewujudkan cita-cita dan obsesinya di masa kecil untuk memelihara Unicorn ini juga merupakan tanda bahwa di usianya tersebut, Kit mengalami quarter life crisis yang cukup rumit. Karena krisis emosional yang Ia alami bukan hanya dengan dirinya sendiri, melainkan juga dengan orang-orang terdekatnya.
      Dalam kaitannya dengan quarter life crisis, film ini mengajarkan kita semua untuk berhenti mengkhawatirkan bahwa kita akan mengecewakan orang lain. Karena satu-satunya orang yang harus kita senangkan pertama sebelum siapapun di dunia ini adalah diri kita sendiri. Karena terlalu fokus pada orang lain akan  menghilangkan fokus pada diri kita sendiri. Selain itu, fokuslah pada hal positif di hidup ini, explore apa yang kita sukai sampai kita benar-benar bisa mencintai apa yang kita sukai. Dan yang terakhir adalah terima diri kita sendiri, maka orang lain pasti akan mengikutinya. Quarter life crisis tidak sepenuhnya menyulitkan, percayalah bahwa krisis emosional ini hanya sementara dan akan cepat berlalu. Karena semakin sering kita menghadapi masalah di hidup, maka semakin banyak pula pelajaran yang kita dapat dan pasti selalu ada cara untuk keluar dari kesulitan tersebut. Enjoy the life!
     Â
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H