Energi terdahulu yang ada di muka bumi didominasi oleh pembangkit listrik konvensional
yang bersumber dari energi fosil (batu bara, lignit, gas dan minyak) atau nuklir. Hal ini
terlihat dari proyek-proyek skala besar dengan perencanaan yang substansial, namun belum
memenuhi standar keamanan seperti pembangkit listrik tenaga nuklir. Dewasa ini,
pembangunan pembangkit listrik dan proyek-proyek erskala kecil bertransisi dengan
memanfaatkan energi terbarukan. Upaya ini dilakukan sebagai respon cepat terhadap
permintaan energi yang terus meningkat di banyak negara. Energi terbarukan hadir sebagai
sistem multi-manfaat yang menggabungkan kebutuhan ekologis seperti mitigasi perubahan
iklim dengan visi masyarakat dan peluang ekonomi
Peralihan ke energi terbarukan memberi banyak dampak positif seperti mengurangi subsidi
dan kerugian akibat perubahan iklim, serta manfaat di bidang kesehatan. Laporan IRENA
menyatakan bahwa Setiap $1 yang diinvestasikan untuk mengubah sistem energi global ke
energi terbarukan akan memberi keuntungan sebesar $3-$7, tergantung dari faktor eksternal
yang digunakan. Peningkatan penggunaan energi terbarukan terbukti penting dalam mencapai
target perubahan iklim pada Tahun 2050. Peralihan ke energi terbarukan juga akan
menciptakan lapangan kerja baru yang lebih banyak untuk menggantikan sektor industri
bahan bakar fosil. Dukungan kebijakan dapat mendorong terciptanya manfaat sosial dan
ekonomi dari transformasi ke energi bersih.
Asia Tenggara merupakan wilayah yang sangat beragam dan dinamis. Namun negara-negara
di dalam kawasan tersebut memiliki satu elemen yang sama yaitu para pembuat kebijakan di
berbagai negara telah mengintensifkan upaya mereka untuk memastikan jalur yang aman,
terjangkau, dan lebih berkelanjutan untuk sektor energi. Hal tersebut dilakukan untuk
memfasilitasi investasi dalam pasokan bahan bakar dan listrik serta infrastruktur. Potensi
manfaat dari perluasan sistem energi kawasan yang dikelola dengan baik dapat mendorong
peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat.
Saat Ini energi terbarukan telah menyumbang lebih dari 50% kapasitas listrik terpasang.
Namun untuk mencapai manfaat secara keseluruhan, maka bauran energi terbarukan
(termasuk untuk pembangkit, pemanas, dan transportasi) harus ditingkatkan sebanyak enam
kali lipat. Berdasarkan analisis IRENA, emisi CO2 dalam bidang energi harus turun 70%
pada 2050, dibanding level saat ini untuk bisa mencapai target.
Peralihan ke listrik berenergi terbarukan dalam skala besar bisa membantu pencapaian 60%
dari target pengurangan tersebut. Jika didukung dengan penggunaan energi terbarukan untuk
sistem pemanas dan transportasi, aksi ini bisa menyumbang 75% target pengurangan emisi.
Ditambah aksi efisiensi energi, 90% dari target pengurangan emisi akan bisa dipenuhi. Listrik
– bukan bahan bakar fosil seperti bensin dan solar – harus meningkat dari 25% saat ini
menjadi lebih dari 50% pada 2050. Saat listrik menjadi sumber Energi utama, pasokan energi
total bisa naik berlipat ganda. Energi terbarukan, terutama angin dan matahari, Mampu
memasok 86% dari kebutuhan energi listrik masyarakat. Laporan IRENA juga
menggarisbawahi, melalui peralihan ke energi terbarukan, produk domestik bruto (PDB)
dunia akan naik 2,5% dan total lapangan kerja naik 0,2% pada 2050. Manfaat ekonomi,
kesehatan, serta lingkungan, menjadi alasan yang kuat bagi dunia untuk memilih energi
terbarukan.
Konsumsi energi di Asia Tenggara hampir dua kali lipat antara 1995 dan 2015, tumbuh pada
kecepatan rata-rata 3,4% setiap tahun. Hal tersebut telah memicu pertumbuhan ekonomi dan
memungkinkan standar hidup yang lebih tinggi. Selama dekade terakhir, pertumbuhan
tercepat ditunjukkan oleh Brunei Darussalam, Kamboja, dan Vietnam. Sementara pada 2015,
Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Viindustri menyumbang sebagian besar konsumsi energi
final total (TFEC) di kawasan ini. Tahun itu, sektor industri, transportasi, dan perumahan
menyumbang porsi yang hampir sama dari konsumsi energi di seluruh wilayah, meskipun
perbedaan muncul di tingkat sub-regional.
Bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan gas alam telah menyumbang lebih dari setengah
pasokan energi di kawasan ASEAN. Minyak mentah dan turunannya sebagian besar
digunakan di sektor transportasi, dimana permintaan bahan bakar telah tumbuh dengan cepat.
Sementara pangsa gas alam dalam total pasokan energi primer (TPES) telah meningkat pesat
selama dua dekade terakhir, pertumbuhan tercepat terjadi pada batubara, terutama dengan
commissioning berbagai pembangkit listrik tenaga batubara. Sejak Tahun 2000. Gas alam
berkontribusi bagian terbesar (41%) untuk campuran pembangkit listrik padabtahun 2015,
diikuti oleh batubara (33%), dan tenaga air (16%). Sejalan dengan ekspansi ekonomi yang
cepat dan berkelanjutan di kawasan ASEAN, permintaan energi diperkirakan akan tumbuh
rata-rata 4,7% per tahun pada periode hingga 2035. Pertumbuhan permintaan energi tertinggi
yaitu pada sektor pembangkit tenaga listrik, sektor industri, transportasi, dan infrastruktur .
Meningkatnya kebutuhan energi dan perubahan dinamika permintaan-penawaran
menciptakan tantangan baru dan berat bagi para pembuat kebijakan di Asia Tenggara.
Meskipun ada peluang yang diciptakan oleh kebijakan yang tepat, beberapa tantangan
membutuhkan pendekatan di seluruh wilayah. Berdasarkan uraian diatas, penulis
inginmembahas tentang manfaat sosial-ekonomi dari pengembangan energi-terbarukan
dengan mengambil studi kasus di kawasan negara-negara ASEAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H