“We never know how the future will go” Tidak ada yang tahu bagaimana keadaan di masa depan, apa yang akan terjadi beberapa waktu yang akan datang. Pembaca mungkin bukan peramal, penulis pun bukan seorang cenayang yang dapat mengetahui masa depan. Seringkali sesuatu terjadi di luar perkiraan. Inilah kebenaran dari kalimat yang sering kita dengar, “ekspetasi seringkali tak sesuai realita.” Namun, pasti setiap orang memiliki keinginan yang baik untuk masa depannya, tak terkecuali dengan keluargaku. Ekspetasi ayahku, ternyata berbanding terbalik dengan kenyataan yang harus keluargaku alami.
Saat itu aku masih belum melihat alam semesta, belum hadir diantara ibu dan ayahku. Aku memang belum bisa melihat mereka, tapi aku bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Kecemasan, kesedihan, dan emosi bercampur menjadi satu menyelimuti perasaan wanita tercantiku-ibu. Aku tidak tahu apa penyebabnya, sampai saat aku berada di sekolah menengah atas, barulah dapat mengerti keadaan keluargaku di masa lalu.
Ayahku seorang teknik elektro yang saat itu bekerja di perusahaan listrik, ia juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai marketing dibeberapa bank. Kala itu kehidupan keluargaku terbilang menengah, melampaui batas rata-rata taraf kehidupan di Indonesia. Ibuku yang saat itu juga bekerja di sebuah perusahaan swasta.
Hingga ayahku ditawari sebuah aktivitas yang diinginkanbeberapa orang. Siapa sih yang tidak ingin menabung saham? Saham yang ditabung nantinya akan digandakan lagi. Katanya, kegiatan seperti itu sangat menggiurkan bagi beberapa pekerja apalagi tingkat pegawai. Pada masa itu, korupsi sedang merajalela, kian lama mencekik masyarakat, tak terkecuali keluargaku.
Dengan iming-iming yang ditawarkan pihak penggandaan saham tersebut, jadilah ayahku tertarik untuk mencoba. “Untuk simpanan di masa depan, karena saat ini keadan ekonomi sangat labil dan cenderung menurun drastis,” pikirnya.
In fact, benar adanya bahwa saham yang semula ayahku tanam, dalam waktu satu bulan berhasil digandakan. Mengetahui kebenarannya, ayahku menawari ibu untuk mencobanya.
Lagi-lagi kabar memuaskan yang keluargaku terima, saham ibuku pun berhasil bertambah. Tetapi, ibuku hanya ingin mencobanya sekali dan tidak berminat untuk yang kedua kalinya. Takut, katanya.
Sejenak kalau melihat keadaan sekitar, ekonomi di Indonesia semakin menurun. Imbasnya, banyak perusahaan yang terpaksa ditutup karena mengalami kebangkrutan. Begitu banyak pegawai yang terkena PHK (Pemberhentian Hari Kerja) tanpa uang tambahan. Kabar buruknya, ayahku pun terkena PHK dari perusahaan listrik tempat ia bekerja.
Kekecewaan jelas terlihat dalam diri ayahku, tapi bukan hal yang amat masalah karena saat itu ayah memiliki cukup saham hasil investasinya, dan jangan lupakan pekerjaan sampingannya di dunia marketing. Tak lama, ibuku mengandung.
Mengetahui akan memiliki buah hati, ayahku semakin semangat untuk bekerja, meski ditengah keadaan ekonomi negara yang tak kunjung membaik. Jika kamu bertanya bagaimana investasisaham yang dulu ayahku ikuti, itu masih berlanjut.
Ibuku memutuskan untuk berhenti bekerja. Ia ingin mengurus kehamilannya dengan maksimal.