Mohon tunggu...
Rana Lanang Ginanjar
Rana Lanang Ginanjar Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNS

Membaca, Diskusi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tempus Delicti sebagai Asas dalam Proses Pendampingan ABH

8 Juni 2023   09:01 Diperbarui: 8 Juni 2023   09:11 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan teknologi yang begitu pesat disebabkan oleh kebutuhan manusia yang terus bertambah yang didukung dengan terbukanya manusia dengan adanya teknologi. Hal tersebut tentu membawa dampak pada kejahatan. Banyak dari mereka yang justru salah mengartikan perkembangan teknologi dan menyalahgunakannya. Tentunya perlu adanya hukum yang tegas dalam menangani berbagai kasus-kasus kejahatan yang terjadi. Jika dibiarkan begitu saja, maka akan berdampak buruk dan tidak memberikan efek jera terhadap para pelaku kejahatan ini. Kejahatan-kejahatan tersebut juga hadir dengan berbagai motif yang berbeda sehingga akan sangat sulit untuk dilacak, khususnya adalah di mana tempat dan kapan terjadinya delik itu dilakukan.

Dalam beberapa tahun ini, masyarakat dikejutkan dengan sering terjadinya tindak kriminalitas diberbagai daerah terutama di perkotaan. Tidak dipungkiri tindakan kriminalitas yang terjadi di beberapa daerah dilakukan oleh anak, remaja, yang awalnya hanya kenakalan remaja yang biasa saja. Namun dengan perkembangan jaman saat ini, kenakalan remaja sudah menampakkan pergeseran kualitas kenakalan yang menjurus pada tindak kriminalitas, seperti mencuri, tawuran, membegal, memperkosa bahkan sampai membunuh.

Terjadi nya tindak pidana atau kriminalitas tidak hanya didominasi oleh orang dewasa, tapi juga ada pelaku yang berasal dari anak seperti, tawuran, pencurian , persetubuhan dan lain-lain. Ketika terjadi nya tindak pidana itu di lakukan oleh anak, maka dalam system pidana yang berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Pelaku pidana anak yang selanjutnya di sebut dengan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), memiliki pengertian menurut Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), "Anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tapi belum berumur 18 (depan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana" (Pasal 1 UU No.11 Tahun 2012 Tentang SPPA).

Melihat dari pemaparan diatas maka, untuk bisa di kategorikan sebagai pelaku anak (ABH), maka syarat formil nya adalah apakah pada saat terjadi nya tindak pidana tersebut pelaku masuk dalam kategori usia anak, Kenapa hal itu perlu di lakukan. Hal ini perlu di lakukan untuk penerapan pasal hukumnya, jangan sampai penegakan malah dengan melanggar hukum.

Dalam hukum pidana, dikenal asas legalitas, yakni asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam undang-undang. Dalam bahasa latin, dikenal sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli yang artinya lebih kurangnya adalah tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu. Ketika pelaku pidan aitu masuk dalam kategori anak maka yang berlaku adalah hukum yang mengaturnya yaitu Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Seperti yang di jelaskan dalam Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali yang merupakan istilah dalam bahasa latin untuk mengartikan asas-asas hukum yang mengandung arti bahwa aturan yang sifatnya khusus mengesampingkannya aturan itu yang sifatnya umum. Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali adalah salah satu asas preferensi dalam ilmu hukum yang menunjuk hukum mana yang lebih didahulukan jika dalam suatu peristiwa hukum terkait atau terlanggar beberapa peraturan. Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali tidak dikenal oleh praktisi hukum, namun dikenal dan berlaku dalam penegakan hukum pidana untuk suatu kepastian hukum.

Sehingga tempus delicti menjadi hal awal yang dilakukan oleh para penegak hukum Ketika menangkap atau memproses dari suatu pelaku tindak pidana, dengan tujuan adalah hak-hak asasi dari para pelaku tindak pidana juga terlindungi. Karena saat di ketahui pelaku tindak pidana tersebut tempus delicti nya masuk dalam kategori "anak" maka proses penerapan hukum nya adalah UU No.11 Tahun 2012.

Secara harfiah, tempus delicti berasal dari kata tempus yang artinya tempo atau waktu dan delicti yang berarti delik atau tindak pidana. Dengan begitu, pengertian locus delicti adalah tempat tempat dilakukannya tindak pidana. Jadi, pengertian tempus delicti adalah waktu terjadinya suatu tindak pidana.

tempus delicti atau atau waktu tindak pidana penting untuk diketahui dikarena kan untuk: Menentukan apakah suatu undang-undang pidana dapat diberlakukan untuk mengadili tindak pidana tersebut atau tidak; Menentukan terdakwa pada saat melakukan tindak pidana tersebut sudah dewasa atau belum; Menentukan apakan tindak pidana tersebut sudah kadaluarsa atau belum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun