Cinta datang begitu saja. Bohong. Cinta pasti ada dasarnya. Cinta kepada Tuhan didasari oleh keharusan untuk mencintai Tuhan yang Mahapencipta. Cinta kepada kedua orang tua didasari oleh balas budi seorang anak atas jasa kedua orang tuanya. Cinta terhadap lingkungan didasari oleh keinginan untuk mendapat tempat tinggal yang nyaman. Cinta kepada teman sepermainan, teman serekanan, teman hidup didasari oleh kebutuhan manusia yang tidak bisa hidup sendiri.
Cinta terhadap manusia selalu dikaitkan dengan dasar materi atau hal-hal positif lainnya. Bisa jadi. Akan tetapi, kalau ada yang bertanya kenapa Anda memilih pasangan Anda yang tidak punya apa-apa untuk dibanggakan, Anda tinggal jawab, “saya mencintainya karena saya butuh teman berbagi suka dan duka, butuh teman untuk menolong pekerjaan hidup saya, butuh teman untuk mendoakan saya ketika saya telah tiada nanti.”
Manusia menginginkan kebaikan. Pencuri mencuri demi perutnya terisi. Pengemis mengemis demi kelangusngan hidupnya. Perampok merampok demi segenggam berlian. Semua yang terlihat buruk, pada dasarnya demi sebuah kebaikan. Kalau yang buruk saja mengalirkan kebaikan, apalagi yang berdasar pada niat yang baik.
Cinta adalah baik. Tanpa cinta, Tuhan tidak mengembalikan hamba-Nya ke jalan yang lurus. Tanpa cinta, seorang Ibu tidak akan rela menanggung beban selama 9 bulan lamanya. Tanpa cinta, pohon-pohon tidak mengeluarkan oksigen untuk manusia. Dan tanpa cinta, manusia dengan manusia tidak akan rela berbagi kerukunan.
Cinta baik selama kadarnya tidak berlebihan. Cintailah apa yang patut untuk dicintai dalam batasan yang wajar. Dengan cinta, jalan mencapai kebaikan tidak akan pernah dilakukan dengan hal keburukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H