Jokowi bukan Joko Wisanggeni, Raden Wisanggeni, atau pun Wisanggeni (saja). Jokowi "hanyalah" sosok manusia biasa yang punya etos kerja luar biasa. Sedangkan Wisanggeni adalah tokoh fiktif dalam dunia pewayangan yang memiliki "etos keberanian" yang luar biasa. Dalam berbagai kisah pewayangan, jangankan hanya manusia biasa, para dewa pun dia labrak. Dia amuk!
Perhatikan kutipan berikut.
Cingkarabala dan Upatabala tidak ramah pada Wisanggeni yang masih berdarah muda. Kedua raksasa itu terlihat sok kuasa kepada tamu yang mestinya disapa secara sopan dan bersahaja. Ketidakramahan mereka bisa mengundang petaka! (Novel Amuk Wisanggeni - Suwito Sarjono, DivaPress, 2012)
Dari sedikit kutipan di atas, kita tahu bahwa Wisanggeni bukan sosok ksatria sembarangan yang mau diremehkan. Dia pemberani, kadang-kadang sangat berani, sehingga terkesan norak bagi musuh-musuhnya. Nah, ketika berbicara soal keberanian (dalam koridor kebenaran), sangat secara spontan teringat Jokowi. Dan inilah kesamaan utama antara Jokowi dengan Wisanggeni. Mereka sama-sama berani mendobrak, menggebrak, dan menormalisasikan segala sesuatu yang tidak normal agar kembali ke jalan yang normal.
Salam berani menuju kenormalan...!
http://blogpenulistenan.blogspot.com/2012/11/amuk-wisanggeni-sebuah-novel-wayang.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H