Mohon tunggu...
Ramli Ondang Djau
Ramli Ondang Djau Mohon Tunggu... Administrasi - Man In Black

Ayah dari 3 putri, penikmat kopi, sate kambing dan dengkur tinggal di Gorontao

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menuju Pilkada Serentak Bermartabat

23 Juni 2020   05:55 Diperbarui: 23 Juni 2020   06:25 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasca terbit Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubrnur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020, maka praktis pada tanggal 15 Juni 2020 kemarin sebagai penanda awal Tahapan Pilkada Serentak Lanjutan dimulai, setelah sebelumnya ditunda akibat penyebaran Covid-19 dengan Keputusan KPU No 179/2020 tentang Penundaan Tahapan Pilkada Tahun 2020 dalam upaya Pencegahan penyebaran Covid-19, juga sebagai respon atas keluarnya Kepres Nomor 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Ada beberapa alasan yang membuat Pilkada Serentak gelombang keempat atau sering disebut Pilkada Serentak Gelombang Terakhir (Pasal 201, UU No 10/2016) ini berbeda dengan Pilkada serentak gelombang-gelombang sebelumnya (2015, 2017 & 2018), yang mendasari perbedaan ini adalah karena Pilkada Serentak tahun ini dilaksanakan di tengah "keserentakan" penyebaran Covid-19 di seluruh Provinsi di Indonesia. 

Meski dari segi "magnitude-nya" Pilkada Serentak Tahun 2018 lebih besar karena melibatkan 381 Kabupaten/Kota di Indonesia dengan jumlah pemilih sekitar 152 juta (Anthony lee, 2019), namun Pilkada Serentak di tahun ini jauh lebih rumit dan mahal dibanding pilkada-pikada serentak sebelumnya. 

Rumit karena tata cara dan penyelengaraannya harus mengadopsi protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19, rumit bukan berarti tidak bisa, KPU punya SDM Penyelenggara yang siap menyelenggarakan Pilkada, pun juga kita punya rujukan beberapa Negara yang telah berhasil melaksanakan pemilu di tengah pandemi ini. 

Mahal, karena akibat mengadaptasi prosedur pencegahan penyebaran covid-19 maka mau tidak mau Penyelenggara Pilkada sebagai pelaksana Pemilihan harus dipastikan Savety dari menulari dan tertular inveksi virus ini, tentunya dengan pelaksanaan Rapid test di awal bagi penyelenggara dan pengadaan Aalat Pelindung Diri (APD) bagi semua Penyelenggara terutama yang nanti paling intens berinteraksi langsung dengan pemilih dan peserta, dan itu tidak murah. 

Akibatnya KPU harus melakukan pencermatan dan restrukturisasi NPHD terkait hal itu, melakukan beberapa penyesuaian kegiatan dan anggaran, jika dinilai perlu melakukan penambahan anggaran bersumber dari APBD, namun kemudian ternyata daerah penyelenggara Pilkada tidak mampu dalam penyediaan anggaran tersebut maka sesuai Pasal 166 UU No 10/2016 dapat di dukung oleh APBN sesuai ketentuan Perundang-undangan.

Pilkada Berintegritas

Tantangan KPU dalam menjalankan amanat untuk melaksanakan tahapan demi tahapan Pilkada ini selain penyelengaraan ditengah Pandemi Covid-19 dengan mengedepankan protokol kesehatan, KPU juga dituntut untuk menjaga kualitas pilkada baik itu kualitas proses maupun kualitas hasil Pilkada serta mampu menjaga integritas pemiihan.

Sebagai instrument demokrasi Syarat primer Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah kejujuran dan keadilan (freeness and fairness election), tentunya bukan saja secara regulatif mengatur hal ini, tapi butuh implementasi konkrit bagi penyelenggara, peserta dan pemilih menjadikan pilkada ini istimewa dan berintegritas, menurut penulis setidaknya ada tiga unsur yang menjadikan Pilkada berintegitas, yaitu; 

Pertama, Penyelenggara yang berintegritas. Bagi penyelenggara integritas  adalah hal yang mutlak diperlukan dan dimiliki, sikap konsistensi dan teguh hati untuk tetap berdiri diatas nilai-nilai luhur dan keyakinan bersumber dari norma. Integritas penyelenggara tidak hanya menjadi penentu integritas proses (Integrity of election process) tetapi juga integritas hasil (integrity of election results) yang mampu melahirkan pemimpin Daerah yang berintegritas . integritas penyelenggara juga tercermin dalam prinsip Mandiri, Jujur, adil dan akuntabel sebagaimana di atur dalam PKPU 8 Tahun 2019. 

Mandiri maknanyna adalah penyelenggara pemilihan mampu bersikap netral atau tidak memihak, menghindari intervensi dari pihak manapun dalam pengambilan keputusan; Jujur bermakna menyampaikan informasi yang benar kepada public sesuai data dan fakta, melaporkan hata kekayaan dan aset yang dimiliki; Adil bermakna menempatkan segala sesuatunya berdasar hak dan kewajibannya; sedangkan Akuntabel mempunyai makna bahwa penyelangara wajib menjelaskan ke publik informasi penyelenggaraan pemilihan dan penggunaan kewenangan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun