Mungkin sebagian dari anda akan bertanya-tanya, apakah saya salah tulis atau memang sengaja menuliskan seperti itu. Saya juga agak 'ngeh' dengan judul itu, tapi sebenarnya saya juga tertarik untuk membahas hal ini. Saya juga mendapat inspirasi judul ini pada saat saya berada di tempat pendidikan saya saat ini untuk mengambil daftar presensi harian dan saya melihat tulisan ini tertulis di papan tulis yang biasa digunakan sebagai media informasi di ruangan itu.
Saya adalah seorang mahasiswa perantauan yang kebetulan mendapatkan penempatan di kota yang sudah cukup terkenal di Indonesia sebagai salah satu kota ternyaman *konon katanya*, dan jujur saya memang mengakui hal ini bahkan meskipun saya baru beberapa minggu tinggal dikota ini. Meskipun saya selama pendidikan ini hanya ditempatkan selama setahun, tapi ada beberapa kendala yang sudah mulai saya rasakan.
Hal pertama yang saya rasakan adalah mahalnya biaya yang harus dikeluarkan di kota ini. Selain dikenal sebagai kota ternyaman, Balikpapan juga dikenal sebagai kota dengan biaya hidup tertinggi di Indonesia. Tak heran jika anda yang baru tinggal disini pasti akan berpikir dua kali untuk mengeluarkan uang. Apalagi saya sebagai mahasiswa perantau yang juga tinggal sendiri sebagai anak kost tentunya harus berpikir ekstra untuk mengatur pengeluaran setiap harinya bermodalkan uang bulanan yang dikirimkan orang tua. Dan kendala lainnya adalah jarak pasar yang lumayan jauh sehingga memerlukan uang transpor yang lumayan.
Hal kedua yang saya dan teman-teman sesama perantau rasakan adalah seringnya terjadi mati listrik dan mati air. Saya adalah seorang perantau yang berasal dari tanah Kalimantan sendiri, sehingga sudah sangat terbiasa dengan keadaan seperti ini. Tapi hal ini mungkin merupakan hal yang baru bagi teman-teman saya yang sebagian besar berasal dari Pulau Jawa. Belum lagi jika air yang mengalir berwarna kuning yang sempat saya rasakan pada saat awal tinggal disini. Sering saya mendengar keluh kesah dari teman-teman saya, ada yang mengeluh gatal dan lain sebagainya. Saya hanya bisa memaklumi dan berkata kepada mereka untuk menikmati keadaan ini dan mensyukuri keadaan ini karena kita belum tahu apakah kita akan mengalami hal yang lebih parah dimasa mendatang.
Hal ketiga yang sedang kami alami adalah mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pulang kampung. Rata-rata kebanyakan dari teman-teman saya adalah perantau yang baru pertama kali merasakan hidup sendiri jauh dari orang tua sehingga sering merasakan yang dinamakan 'sindrom kangen rumah' atau bahasa kerennya homesick. Saya pun sempat mengalaminya, dan saya bersyukur karena saya masih berasal dari Kalimantan saya masih bisa pulang ke kampung halaman. Ada dua alternatif yang sebenarnya bisa saya gunakan, yang pertama adalah menggunakan pesawat terbang. Tapi saya mempertimbangkan hal itu karena seperti yang kita ketahui bahwa harga tiket pesawat itu tidaklah murah, sedangkan saya juga memiliki keperluan yang kiranya lebih memerlukan biaya. Kalau tidak salah, biaya tiket pesawat dari Balikpapan menuju Banjarmasin sekitar +/- 400 ribu rupiah. Pilihan kedua adalah menggunakan jalur darat yaitu bis antar provinsi. Meskipun biaya yang dikeluarkan bisa lebih sedikit, tentunya ada yang harus kita korbankan yaitu waktu dan tenaga. Kenapa? Karena jarak tempuh yang jauh dan waktu yang diperlukan sekitar +/- 12-14 jam sehingga diperlukan tenaga yang cukup untuk menempuh perjalanan.
Beda hal nya dengan teman-teman saya yang berasal dari Pulau Jawa. Tidak ada pilihan lain selain menggunakan pesawat untuk pulang kampung. Tentunya biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar. Bahkan mereka pun harus berjuang mencoba mencari tarif promo agar sedikit mengurangi biaya, itu pun kalau mereka beruntung. Biasanya tarif normal pesawat terbang ke Pulau Jawa berkisar sekitar +/- 650-800 ribu rupiah.
Atas sebab itulah ada beberapa orang yang memutuskan untuk menunda pulang ke kampung halaman hingga menyelesaikan pendidikan disini. Ada yang berpendapat bahwa nikmati saja waktu satu tahun disini, ada juga yang beralasan karena mahalnya biaya yang dikeluarkan sehingga lebih baik tidak pulang agar bisa lebih menghemat pengeluaran. Tentu tidak semua dari kami adalah orang yang mampu untuk mengeluarkan biaya untuk pulang. Tapi ada juga yang rela mengeluarkan biaya demi melepas rindu bersama keluarga.
Tentunya dari permasalahan yang ada, apalagi dari masalah yang ketiga kami sering berceloteh seperti, "Kalo udah di Balikpapan, mau balik kapan?" dan jawabannya adalah tergantung dari kalian masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H