Mohon tunggu...
Aziddin Ramli
Aziddin Ramli Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Paling suka dipanggil BANG RAMLI. Berdomisili di kota Jogjakarta sejak SMP (dari masa remaja lulus SMP hingga saat ini). Beristrikan seorang wanita asli Jogjakarta.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Eksploitasi Seputar Seksualitas dan Fisik

16 November 2011   09:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:36 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_152019" align="aligncenter" width="558" caption="Sumber Gambar : www.google.com"][/caption]

Seputar Seksualitas dan Fisik Pada Rona Dunia Komedi Layar Kaca TV Indonesia.

Kondisi dunia komedi yang terdapat dalam acara tayangan televisi-televisi swasta Indonesia sangat memprihatinkan. Coba kita perhatikan acara-acara siaran televisi yang ada di negara kita terutama yang menyangkut penayangan acara komedi. Sepintas memang tidak terlihat masalah yang urgen untuk ditonton. Namun sebenarnya terdapat hal-hal yang sangat memprihatinkan ditinjau dari materi-materi lawakan yang amat sangat-sangat menyedihkan bahkan ada pula pihak yang mengkatagorikan materi dunia lawak tersebut sudah sampai pada tingkat yang menjijikkan.

  • Materi Komedi hanya seputar eksploitasi Selangkangan dan Fisik.

Materi lawakan seputar selangkangan, kelihatannya adalah objek lawakan yang selalu “ngetren” ditayangan dunia komedi Indonesia. Simak saja tayangan komedi yang terdapat di stasiun-stasiun televisi yang ada. Kelihatannya para komedian tidak merasa lengkap kalau tidak membahas dan melontarkan joke-joke seputar selangkangan dan pisik, walaupun penyuguhan materinya dikemas secara halus oleh para pelaku komedian yang tampil di layar kaca televisi saat ini.

Bibir monyong, gigi mancung, kepala botak, hidung pesek, seputar kulit yang hitam, pembedaan gender, kekurang-sempurnaan fisik orang lain, dan bahkan ada yang ringan tangan. Main kontak fisik dan main tangan untuk mengintimidasi antara lawan mainnya dengan sesama komedian. Bukan hanya permainan analogi materi komedi yang menyangkut fisik, tapi ada juga oknum komedian yang berlaku kasar dan menjurus pada pelecehan terhadap sesama komedian maupun terhadap pemirsanya dengan gaya kebanci-bacian. Walaupun sebagian pemirsa faham bahwa hal itu adalah sekedar joke. Begitulah dunia komedi yang kita hadapi sehari-hari pada tayangan acara komedi di layar kaca televisi-televisi yang ada  saat ini. Kesemuanya itu adalah materi dunia komedi yang sudah biasa kita lihat sehari-hari.

  • Kebanci-bancian.

Tingkah laku kebancia-bancian juga selalu dipakai dalam melakoni lawakan yang ada. Padahal secara tidak sadar bahwa tindakan tersebut juga termasuk ada unsur pelecehan terhadap para kaum waria. Sebagaimana yang sudah sama-sama kita ketahui bahwa waria adalah juga manusia. Bagi para waria, menjadi waria bukanlah pilihan yang mereka inginkan. Karena memang semacam itulah diri mereka. Namun sayangnya para komedian masih saja mengeksploitasi sikap dan tingkah laku para waria yang jelas-jelas sebenarnya bahwa waria sekalipun tidak mau diperlakukan sedemikian rupa untuk dijadikan  objek komedi para komedian. Apakah para komedian merasa hal itu bukan termasuk pelecehan? Atau apakah para komedian tidak merasa perlakuan mereka tersebut tidak melukai perasaan sebagian para kaum waria? Sang komedian mengambil manfaat dari kekurangan dan kelemahan pisik orang lain demi untuk mengisi pundi-pundi rupiah bagi dirinya pribadi.

  • Jadi sungkan menonton TV.

Karena tingkah polah sebagian oknum para komedian yang tidak terpuji itulah pemirsa di rumah sungkan untuk melihat acara komedi yang disuguhkan kepada pemirsa lewat layar kaca televisi.

  • Tidak mendidik.

Apabila pola dan materi lawakan yang terdapat di layar televisi masih seperti itu terus-menerus, maka dampaknya pasti akan berimbas tidak baik terhadap perkembangan psikis pemirsa terutama bagi anak-anak yang masih di bawah umur. Karena materi lawakan yang mereka tonton adalah materi lawakan yang tidak mendidik dan yang betujuan hanya sekedar mengharapkan balasan “ha-ha-ha dan hi-hi-hi” dari pemirsanya.

  • Seharusnya bagaimana?

Seharusnya para komedian bisa meningkatkan kualitas lawakan yang lebih baik dengan cara mengeksploitasi materi lawakan yang dapat dikonsumsi segenap lapisan masyarakat dari semua golongan pemirsa.

Dengan menyadari bahwa pemirsa di rumah adalah pemirsa yang berasal dari semua golongan masyarakat dan tingkatan umur yang berbeda-beda. Maka hal-hal yang harus diingat adalah bahwa masyarakat pemirsanyapun juga banyak yang datang dari golongan saudara-saudara kita yang memiliki kekurangan/kelemahan pisik, yang sering jadi objek materi lawakan. Maka materi lawakan pasti akan lebih berbobot.

Harusnya memang seperti itulah seniman di abad modern saat ini. Tidak jamannya lagi kebancia-bancian dan memprolok-olok fisik dan kelemahan orang lain. Lihatlah Komedian di AS, pakai jas, intelek dengan bahasa-bahasa ilmiah yang dapat dimengerti semua kalangan, segar tapi tetap mengocok perut. "Lihatlah misalnya Oprah pada saat memberikan pernyataan-pernyataan, meskipun bukan komedian tapi mampu mengocok perut pemirsa di studio dan pemirsa di rumah. Atau, lihat juga acaranya Andy Noya dalam acara Kick Andy, atau acara-acara yang sejenis, dll".

Tapi kabarnya selera itu memang tetap ada di negeri kita karena konsumsi segmen masyarakat yang seleranya butuh seperti itu, dan itu memang banyak jumlahnya. Kalau ditanya berapa jumlah pastinya? sulit untuk menjawabnya. Karena untuk mengetahui jumlah yang pasti, tentun perlu adanya survey di lapangan dari pihak-pihak yang berkompeten dalam hal ini, agar statistiknya menghasilkan jumlah data dan angka yang valid.

  • Selektifitas dari pihak Produser Televisi.

Pihak produser juga harus mengadakan penyeleksian terhadap kualitas dan reputasi performa para komedian yang ingin ditampilkan di layar kaca televisi berkenaan dengan materi komedi yang ingin ditayangkan. Dengan demikian, sikap dan mental para comedian kedepannya semakin “dituntut” untuk meningkatkan kualitas dan reputasi materi lawakannya, dengan cara berusaha belajar materi komedi yang layak tampil secara elegan di layar kaca televisi.

Dengan kondisi dunia komedi yang seperti itu, maka diharapkan semangat dan usaha komedian itu sendiri akan semakin tinggi dalam berkompetisi antara sesama komedian untuk saling meningkatkan kulitas diri masing-masing komedian itu sendiri. Kompetisi yang sehat menuju performa dan reputasi yang baik dalam penyuguhan materi kepada para permirsa juga akan berdampak yang baik terhadap diri mereka sendiri.

Belajar dan belajar untuk kepentingan semua pihak dan terutama pihak pemirsanya maupun terhadap dirinya sendiri adalah sikap yang terpuji dan menguntungkan, karena hal tersebut masih berkaitan dengan honor yang akan mereka dapatkan dari hasil komedi yang mereka lakukan sebagai komedian. Semakin baik materi komedinya semakin banyak pemirsa yang menyukainya maka secara otomatis semakin banyak pula pemasukan rupiah ke dalam pundi-pundi rupiahnya, karena semakin sering mendapat job muncul di layar televisi dengan imbalan bayaran yang pantas tentunya.

  • Bisakah komedian berbuat begitu?

Apabila ditanyakan masalah “bisa tidak”nya komedian belajar dan meningkatan kualitas materi lawakan mereka, saya yakin mereka pasti bisa. Dan hal itu bergantung pada keinginan dari diri mereka sendiri. Sebab, mereka adalah juga manusia biasa yang bisa belajar seperti manusia lainnya juga. Bahkan diantara mereka ada yang datang dari golongan kaum intelektual. Terbukti ada komedian yang bergelar sarjana, ada juga komedian yang menjadi anggota dewan yang terhormat. Pokoknya seorang komedian adalah manusia biasa juga yang dapat belajar layaknya seperti manusia biasa. Belajar untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi dirinya yang ada pada diri masing-masing.

  • Sikap KPI yang tidak tegas.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), institusi yang satu ini juga diharapkan dapat berperan aktif dalam menjalankan fungsinya dengan baik sebagai sebuah institusi yang mengawal dunia pertelevisian dan penyiaran Indonesia. Dengan segala tetek bengeknya, diharapkan berperan aktif dalam menjalankan tugasnya dan mengawal segala bentuk penyiaran yang ada untuk kepentingan masyarakat. Jangan bertindak (seolah-olah) apabila sudah ada kasus yang bergejolak pada masyarakat kemudian baru ditindaklanjuti. Seyogianyalah pihak KPI melakukan tugasnya secara pro-aktif tanpa menunggu adanya gejolak dari masyarakat dikarenakan permasalahan yang timbul dari sebuah tayangan acara di televisi. Demikian pula halnya permasalahan dunia komedi yang terdapat di layar-layar televisi yang bermaterikan materi lawakan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat pemirsanya.

  • Peranan masyarakat.

Harapan masyarakat untuk mendapat suguhan materi lawakan yang tidak bertentangan dengan patron-patron lawakan yang ada selama ini hanyalah merupakan isapan jempol belaka. Terutama pihak pemirsa yang kritis dan atau orang tua yang memiliki anak-anak yang masih di bawah umur. Masyarakatnya harus turut berperan dalam membimbing dan mendampingi anak-anaknya pada kesempatan melihat tayangan yang disuguhkan televise terutama suguhan acara komedi yang ditayangkan pihak televisi-televisi yang ada. Dengan demikian tingkat pemahaman anak-anak bisa tergiring ke arah yang positif dengan mengenyampingkan/membuang hal-hal negative yang ada dalam tayangan tersebut. Peran aktif masyarakat (orang tua) sangat perlu dalam perkembangan mental anak-anak untuk menyongsong masa depannya tanpa terkontaminasi pengaruh buruk akibat tayangan acara komedi di televise-televisi. Harapan masyarakat, akhirnya semoga semua pihak dapat menjalankan fungsinya masing-masing sehingga terhindar dari dampak yang negatif dari acara yang terdapat pada tayangan televise. Dilain pihak para komedianpun bisa menikmati hasil jerih payahnya tanpa menyuguhkan materi lawakan yang tidak mendidik.

Apapun bentuk tayangan acara televisi yang disuguhkan kepada masyarakat, mudah-mudahan para pemirsa dapat menyeleksi tontonan yang disuguhkan dengan sendirinya untuk membentengi keluarga kita masing-masing sebagai filter dari materi tontonan yang ada. Apakah patron-patron lawakan yang disuguhkan para pelaku komedi tersebut sudah memenuhi selera “pemirsa yang kritis” terhadap suguhan lawakan-lawakan itu? Jawabannya, Wallohu’aklam.

.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun