Apa Yang Anda Dapat Dari Kompasiana?
Sudah berapa lamakah Anda mejadi Kompasianer? Apa saja yang sudah Anda berikan dalam berkiprah di Kompasiana?
Apa saja yang sudah Anda dapatkan di Kompasiana?
Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lainnya yang timbul dalam pikiran kita selama kita mengikuti perjalan berkompasiana ria saat ini.
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sering timbul di pikiran saya dan mungkin juga bagi rekan-rekan lain yang masih eksis di Kompasiana ini terutama bagi mereka yang baru saja bergabung di Kompasiana sekitar beberapa bulan terakhir seperti halnya saya ini.
Terus terang, apabila ditanyakan hal-hal yang menyangkut pertanyaan yang senada di atas, maka saya pribadi akan merasa bingung dan repot untuk memberikan jawaban secara pasti yang memuaskan bagi si penanya. Karena jawaban yang akan Anda dapatkan sangatlah bervariasi. Sebagai individu yang berbeda tentu sangat banyak jawaban-jawaban yang berbeda sebagai jawabannya.
Dari beberapa karakter Kompasianer yang saya jumpai selama saya menjadi memeber di Kompasiana ini, banyak karakter yang saya temui melalui tulisan-tilisan yang ada dan yang sudah dituliskan oleh para Kompasianer yang hadir selama ini.
Dari sekian banyak karakter penulis yang ada, sering saya jumpai seseorang tersebut memang murni ingin berbagi dan menulis dengan apa adanya sehingga tulisannya memang layak dan indah untuk dibaca serta bermanfaat bagi para pembacanya. Apalagi tulisan tersebut memang sesuai dengan Kaidah Penulisan yang berlaku umum di Kompasiana maupun media lain yang ada di negara kita ini. Sehingga fungsi kemanfaatannya sangat kental di dalamnya.
Kemudian ada juga Kompasianer yang selalu merepet dan bersungut-sungut untuk hal-hal apa saja. Kemudian ada juga Kompasianer yang sukanya selalu menghujat kinerja Administrator Kompasiana. Semua hujatan-hujatan itu ditujukan kepada yang berhak mengatur lalu lintas tulisan yang masuk ke dalam Kompasiana. Itulah dinamika yang ada selama ini yang saya temukan.
Namun semua itu adalah nuansa yang sangat khas dan menurut saya hal tersebut adalah sebuah kewajaran bagi kita menuju perkembangan sikap mental secara psikologis para Kompasianer. Dinamika yang mau tidak mau harus kita lalui bersama.
Sebagaimana halnya rekan-rekan yang ada di Kompasiana ini, sayapun kemudian sedikit menemukan jati diri saya dalam bergaul di tatanan yang ada di Kompasiana ini. Saya pribadi sedikit menemukan sifat yang agak lebih wise di dalam menghadapi masalah Pro dan Kontra apabila menjumpai perbedaan pendapat baik di Kompasiana ini maupun di Dunia Nyata dalam kehidupan saya sehari-hari. Dimana yang dulunya egoisme yang tinggi selalu saya utamakan (tanpa sadar) tanpa memandang bulu entah kepada siapaun itu. Namun Alhamdulillah saat ini sikap yang seperti itu sudah lebih sedikit taste-nya di dalam kehidupan saya sehari-hari, apalagi di dalam kehidupan berkompasiana ria ini. Mudah-mudahan hal ini akan semakin bertambah sesuai dengan perjalanan usia berkompasiana ria. Atau mungkin juga hal ini disebabkan faktor usia yang sudah waktunya untuk bersikap demikian. Namun yang saya rasakan selama ini, Kompasiana sangatlah berpengaruh dalam pembelajaran emosional menuju ke arah yang lebih baik lagi.
Entahlah kalau bagi teman-teman lain yang sudah lebih dahulu menjadi Kompasianer. Yang jelas merekapun pasti mendapat pengalaman spiritual / dari pengalaman masing-masing dan tentu dengan dinamikanya masing-masing pula.
Tiada pengalaman yang berati tanpa tantangan yang berat.
Hal itu saya dapatkan beberapa bulan yang lalu. Saya menemukan ada akun Kompasianer (yang saya duga adalah sebuah akun kloningan) dengan sengaja memakai Profile Pic-nya asli (memakai Foto) diri saya pribadi yang diambil dari Foto Album akun Facebook milik saya dan memakai nama yang sama dengan diringi nama panjang dengan embel-embel yang jelas-jelas melecehkan saya (nama belakang si Oknum) dengan status yang hampir sama dengan status pribadi saya yang ada di Kompasiana. Namun tentang kasus ini, saya berpendapat bahwa hal itu adalah suatu tangtangan hidup bagi saya di Kompasiana. Ini adalah sebuah cobaan yang harus saya hadapi. Semua itu adalah untuk melatih kesabaran saya di dalamnya.
Alhamdulillah setelah mengalami kasus yang seperti itu, sikap dan dan karakter saya semakin lebih arif dan bijaksana (penilaian ini menurut orang-orang terdekat dan orang-orang yang saya cintai) dalam menghadapi gejolak hidup yang sangat variatif ini. Baik di kehidupan berkompasiana maupun di kehidupan nyata sehari-hari di lingkungan keluarga sendiri. Menghadapi kasus yang seperi itu, saya bersikap tenang-tenang saja dan tidak memperdulikan apa yang terjadi. Dan saya berharap agar semuanya berjalan dengan lancar tanpa adanya proses yang saling hujat menghujat, hina menghina, dan terhina. Kemudian hasilnya, seiring dengan berjalannya waktu, kejadian tersebut ternyata tidak berlarut-larut. Semuanya hilang dengan begitu saja.
Jadi, apa yang saya dapat dalam berkompasiana ria saat ini adalah sedikit sikap yang lebih bijaksana dalam menghadapi kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan berkompasiana ria terutama jika berbenturan dengan perbenturan perbedaan pendapat. Mungkin Andapun sudah menemukan hal seperti yang sudah saya rasakan saat ini yang diakibatkan oleh tantangan hidup seperti apa yang saya dapatkan di atas.
Selamat berkompasiana ria. Mari kita ambil hikmah yang ada di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H