Mohon tunggu...
Aziddin Ramli
Aziddin Ramli Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Paling suka dipanggil BANG RAMLI. Berdomisili di kota Jogjakarta sejak SMP (dari masa remaja lulus SMP hingga saat ini). Beristrikan seorang wanita asli Jogjakarta.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Rubrik Agama, Perlukah Dibuka Lagi?

22 Januari 2012   03:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:35 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenai judul tulisan di atas, dalam hal ini tentu yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut adalah pihak Admins. Namun walaupun begitu, saya sebagai salah seorang Kompasianer, tentu boleh jugalah menyumbangkan pikiran dalam wacana yang akhir-akhir ini masih ada juga Kompasianer yang memperbincangkannya.

Namun andai (masih berandai-andai) Rubrik Agama dibuka lagi, harus ada persiapan secara mental dan berbagai pertimbangan plus minusnya yang harus dipikirkan dengan matang-matang. Dengan mempertimbangkan mekanisme khusus yang tepat sasaran dan dapat mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan timbulnya suatu diskusi masalah Agama yang berpotensi akan menimbulkan “pertentangan dan perbedaan pendapat” yang menyangkut sara, apalagi yang yang ujung-ujungnya menimbulkan pelecehan terhadap Agama tertentu maupun pendiskreditan orang-orang tertentu dalam kelompok tertertentu dari dan kepada orang-orang atau kelompok tertentu pula.

Selama ini, menurut pengamatan saya, hingga saat ini, saya belum melihat adanya "mekanisme khusus serta belum adanya perangkat khusus" yang dapat mengantisipasi hal-hal dan kemungkinan-kemungkinan yang timbul diakibatkan oleh diskusi yang sejenis, kecuali/selain adanya unsur campur tangan secara manual oleh pihak Admins selaku Pemegang Otoritas Kontroler lalulintas tulisan-tulisan yang masuk ke Kompasiana ini, yaitu dengan memberikan sanksi khusus kepada pihak-pihak yang menimbulkan perdebatan tersebut. Itupun, bagi pihak Admin harus bekerja ekstra/lebih hati-hati dalam melaksanakan tugasnya serta dapat mengakomodasi aspirasi-aspirasi yang datang dari berbagai pihak. Jika Admins tidak mau/ingin menuai segala sesuatu resiko yang ditimbulkan sebagai konsekuensi campur tangannya tersebut. Misalnya tentang konsekuensi menerima hujatan-hujatan dari pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan ataupun pihak-pihak yang tidak rela mendapat sanksi yang diterima atas sanksi yang diberikan oleh Admins atas "sebab akibat" dari timbulnya pertentangan dan perbadaan pendapat yang ada dari individu-individu maupun dari berbagai pihak, dengan alasan bahwa Admins tidak adil atau apapun alasan-alasan lainnya yang bernada miring karena pihak-pihak tersebut merasakan adanya rasa ketidakpuasan dari orang-orang tertentu tersebut.

Itulah konsekuensi, yang menurut saya, sangat mungkin (berpotensi) yang timbul, jika Rubrik Agama dibuka kembali. Menimbang dan mengingat kondisi riel yang ada saat ini.

Kesediaan bertoleransi.

Dari jumlah akun yang mencapai puluhan ribu yang ada di Kompasiana ini, rata-rata setiap orangnya mempunyai pandangan yang sangat variatif soal “Agama”. Tetapi, di antara keragaman itu, saya membaginya menjadi tiga kelompok, yaitu:

1.Mereka yang toleran.

2.Mereka “yang mengaku toleran” (namun sesungguhnya tidak bertindak toleran).

3.Kelompok yang skeptis.

Kelompok yang pertama, jelas mereka adalah orang yang memang memiliki toleransi yang tinggi sehingga dapat menyikapi perbedaan pendapat apabila menemui kendala dalam hal perdebatan dan perbedaan pendapat pada kasus-kasus tertentu atas dasar penguasaan materi yang berdasarkan tingkat intelektulitasnya.

Kelompok yang kedua adalah kelompok yang barangkali jumlahnya lebih sedikit dari pada kelompok pertama, namun berdasarkan pengalaman, mereka sangat mudah tersulut/terbakar. Ketika adanya upaya “pembakaran” oleh oknum provokator, mereka muncul ke permukaan dan berpotensi mengganggu kenyamanan persabatan dan persaudaraan di Kompasiana ini. Sementara saya pribadi merasakan bahwa atmosfer persahabatan dan kerukunan antar sesama di Kompasiana selama ini sudah cukup aman dan nyaman.

Kelompok ke tiga adalah orang-orang yang jumlahnya hanya segelintir saja sehingga kurang begitu berpengaruh dalam meramaikan pertikaian pendapat andai apabila ada perdebatan dan perbedaaan pendapat khususnya dalam pembahasan tentang seluk-beluk Agama.

Soal Persepsi.

Menurut pengamatan saya (yang bukan seorang pengamat) bahwa masalah standar persepsi inilah masalah yang paling pelik. Karena, kita harus mengakui bahwa masih ada orang-orang yang menganggap dirinya atau kelompoknya yang paling pantas menentukan mana sesuatu yang baik dan mana sesuatu yang tidak baik dalam hal-ihwal yang berkaitan tentang kemaslahatan umum. Demikian juga dalam hal-ihwal tentang menentukan mana yang paling buruk maupun mana yang paling dan yang paling-paling lainnya. Anehnya standar yang seperti ini diberlakukan sama rata kepada semua orang / umum dan menyeluruh.

Perbedaan Pendapat.

Di zaman sekarang ini, dalam kenyataannya masih langka kita jumpai adanya pihak-pihak yang saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Padahal perbedaan pendapat apabila disikapi dengan bijak, adalah suatu hal yang dapat berdampak baik. Dan hakikatnya banyak hikmah yang terdapat di dalamnya, apabila masing-msaing para pihak saling introspeksi. Dan dari hasil instrospeksi masing-masing inilah, diantaranya akan membawa seseorang itu ke arah yang lebih bijak, apabila kelak suatu saat akan berbenturan dalam masalah hal yang sama tentang perbedaan pendapat yang ada pada pengalamannya terdahulu. Ketulusan nurani memang harus berperan di dalamnya agar bisa bersikap arif dan bijaksana dalam menyikapi semua permasalahan.

Demikian, dalam tulisan ini, saya hanya menyampaikan sekadar pandangan pribadi. Selanjutnya, apakah Rubrik Agama perlu dibuka kembali ataupun tidak? Jawabannya, jika ditanyakan kepada saya pribadi, saya  sependapat dengan Admin. Jika anda bertanya kepada saya, saya adalah salah seorang dari sekian Kompasianer yang akan menolak, selama belum ada mekanisme dan perangkat untuk mengantisipasi dampak yang timbul karena andai "kran" tersebut dibuka lagi. Dengan berdasarkan beberapa alasan dan pemikiran-pemikiran yang sudah saya kemukakan di atas.

Akhirnya, siapkah mental kita dalam menghadapi perbedaan pendapat apabila terjebak kedalam suatu perdebatan yang amat sangat-sangat merugikan semua pihak? Dan siapkah kita menerima pelecehan akibat dari konsekuensi perdebatan yang tidak ada ujungnya?

Jawabannya ada dalam diri kita masing-masing. Untuk apa "sesuatu" itu ada apabila ujung-ujungnya hanya menjurus ke ajang pelecehan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya.

“The right man on the right place” seharusnya berlaku dan ada di Kompasiana ini, baik sebagai Penulis maupun sebagai Komentator. Dan sebaiknya serahkan saja permasalahan ini kepada “Ahlinya".


------------------------------------------------------------

Salam Damai dan Tetap Semangat.

Jogjakarta, Minggu Kliwon, 22 Januari 2012.

———————----------------------------------------

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun