Mohon tunggu...
Aziddin Ramli
Aziddin Ramli Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Paling suka dipanggil BANG RAMLI. Berdomisili di kota Jogjakarta sejak SMP (dari masa remaja lulus SMP hingga saat ini). Beristrikan seorang wanita asli Jogjakarta.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Rambe : antara Buah dan Marga (Paling Indonesia)

30 April 2011   17:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:13 5444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahukah anda bahwa buah rambe / rambai adalah sejenis buah yang bentuknya seperti duku dengan berbagai campuran rasa manis, kecut, dan segar ? Jenis buah ini rata-rata bentuknya seperti buah duku. Warnanyapun hampir sama. Bentuk fisik mirip dengan duku dengan rasa manis kecut dan segar. Tapi khusus buah rambe selain nama buah-buahan juga dijadikan sebuah Marga suku Batak yaitu marga Rambe, yang berasal dari daerah Tapanuli, Sumatera Utara, tepatnya di daerah Pakkat, daerah Toba.  Pakkat adalah Tano/Tanah Rambe bagi marga Batak yaitu Marga Rambe. Anehnya di daerah ini buah rambe ada yang berwarna merah seperti merahnya buah anggur. Padahal biasanya warna buah rambe adalah berwarna seperti buah duku, baik bentuk maupun besarannya.

Tano Rambe atau Tanah Rambe didirikan oleh Alang Pardosi, bermarga Pohan, dari Balige sebagai bagian dari tanah Baru yang dibukannya di bagian Barat arah Pesisir Sumatera Utara. Raja Alang Pardosi membuka kawasan tersebut setelah memutuskan untuk hijrah dari Balige akibat friksi keluarga.

Salah satu anaknya kemudian diketahui membuka wilayah yang kemudian dikenal dengan nama Lobu Tua. Sebuah bandar yang dihuni oleh kebanyakan saudagar asing khususnya dari Tamil, India.

Rambe sendiri diyakini berasal dari sebuah buah tumbuhan yang banyak tumbuh di wilayah tersebut. Buah Rambe tersebut dimakan oleh istri seorang pendatang dari Dolok Sanggul yang telah lama belum mempunyai anak. Ajaibnya, setelah mengkonsumsi buah tersebut ternyata memebri kesuburan baginya sehingga pendatang tersebut memutuskan untuk menetap di wilayah tersebut dan menamakannya menjadi Tanah Rambe.

Keberadaan mereka yang sebelumnya tidak disadari oleh pengusa setempat, Raja Alang Pardosi, akhirnya berakhir saat Raja Alang Pardosi mewajibkan beberapa ketentuan pajak ‘adat’ kepada yang bersangkutan.

Pendatang tersebut yang bernama Si Namora dari marga Simamora akhirnya harus patuh dengan ketentuan tersebut bilamana dia masih berkeinginan untuk menetap di tempat tersebut. Beberapa lama berselang, saat daerah tersebut berkembang menjadi pemukiman yang ramai dan banyak dikunjungi orang, terjadilah friksi antara keluarga pendatanag Si Namora dengan anak-anaknya, di antaranya bernama Si Purba dengan keluarga penguasa, yakni Alang Pardosi.

Takdir kemudian mengharuskan kedua keluarga ini untuk bersatu saat putera-putera Si Namora menikah dengan putri-putri Raja Alang Pardosi. Ternyata hal tersebut tidak dapat menahan gelombang realitas kehidupan antara keduanya, sehingga beberapa kali Si Purba yang sekarang masuk dalam lingkaran penguasa di daerah tersebut, mengkudeta sang mertua dan bahkan mengusirnya dari kursi kerajaan. Namun beberapa kali pula Raja Alang Pardosi dapat memulihkan kekuasaannya.

Tanah Rambe sejak berdirinya merupakan daerah yang bersifat urban karena letak geografisnya yang berada dalam persimpangan jalan tradisional. Satu arah jalan menuju ke Toba, satu lagi ke Singkil dan yang terakhir ke Barus.

Di Gotting, Tukka, tempat istana Raja Alang Pardosi mendirikan istananya, merupakan persimpangan dua aliran air yang akhirnya membentuk dua sungai yaitu Aek Sisira yang mengarah ke Singkil dan yang satu lagi bernama Aek Sirahar mengarah ke Barus. Dengan mengikuti aliran singai-sungai tersebut para saudagar dari Toba dan Dairi serta sebaliknya dapat menjual produksi pertanian ke daerah pesisir yang menjadi pusat perekonomian regional yakni Singkil dan Barus.

Dairi sebagai pusat produksi kemenyan dan kapur merupakan daerah kaya yang selalu membutuhkan Tanah Rambe sebagai persinggahan. Orang-orang Barus juga sangat membutuhkan Tanah Rambe sebagai persinggahan menuju Toba yang menjadi pusat leluhur mereka. Bahkan diyakini Tanah Rambe dengan nama Pakkat juga menjadi tempat persinggahan bagi pembeli-pembeli logam mulia, emas dari pusat tambangnya di Dolok Pinapan sejak dahulu kala.

Maka wajarlah bila masayarakat Rambe sangat plural dan berpikiran terbuka dengan pengaruh dan perubahan zaman. Setiap individu masyarakat di tempat ini bahkan menguasai dua bahasa sekaligus yang jarang terjadi di Tanah Batak, yakni bahasa Batak Toba dan Dairi. Bahkan menurut cerita, para orang-orang tua setempat juga dapat berbahasa Melayu Pesisir, Karo dan Singkil.

Akibat lain dari letak yang strategis ini adalah, karakteristik majemuk yang selalu dimiliki oleh masyarakat khususnya dalam hal adat. Dengan terdapatnya berbagai jenis masyarakat maka adat yang dipakai sering kali menjadi campuran dari adat-adat yang baku, seperti Dairi, Aceh Singkil, Toba, dan juga Barus yang telah banyak dipengaruhi oleh adat Minang.

Pluralisme adat tersebut melahirkan sebuah bentuk masyarakat yang sangat terbuka dengan kebudayaan dan peradaban asing. Salah satu buktinya adalah perkuburan Cina kuno yang masih terdapat di Panigoran, sebuah pusat pemakaman setempat, di mana kuburan orang-orang Cina menyatu dengan kuburan orang-orang setempat.

Walau orang-orang Cina sudah tidak ada lagi di tempat ini baik itu karena banyak dari mereka telah pindah ke kota-kota lain di Indonesia yang kaya maupun karena orang-orang Cina tersebut telah hilang akibat berasimilasi dengan penduduk dengan memakai marga dan telah lupa dengan bahasa nenek moyangnya, namun kemajemukan tersebut masih terasa sampai sekarang.

Di wilayah sekitar Tanah Rambe terdapat beberapa huta yang dihuni oleh marga-marga yang berbeda seperti Siniang-Laksa oleh marga Marbun, Huta Ambasang oleh marga Manalu dan lain sebagainya.

[caption id="attachment_106003" align="aligncenter" width="435" caption="Gambar (1) : Buah Rambai merah. Pohon(nya) yang satu-satunya hanya ada di dunia yaitu di daerah Tano Rambe, Sumatera Utara (Foto : Dok Pribadi)."][/caption]

Yang Paling Indonesia adalah warnanya. Dimana-mana biasanya buah rambe rata-rata berwarna seperti warna buah duku (lihat pada gambar 2 di bawah), namun khusus yang ada di daerah Pakkat, daerah Toba, buah Rambe berwarna merah seperti warna buah anggur yang memerah (lihat pada gambar 1 paling atas & 3 di bawah). Rambai/Rambe yang seperti ini khusus terdapat hanya di daerah Pakkat , Toba, Tano-nya marga Rambe. Bahkan buah rambe yang berwarna merah tidak terdapat di luar negeri. Makanya termasuk kedalam kategori Paling Indonesia.

.

Gambar (2) : Buah Rambai (biasa). Yang biasa terdapat di kebun sekitar pekarangan rumah warga di Sumatera Utara. (Foto : Dok Pribadi).

.

1304109292899492351
1304109292899492351

Gambar (3) Buah Rambai/Rambe merah. (Foto : Dok Pribadi).

Rambai (Baccaurea motleyana) adalah sejenis buah-buahan dan tumbuhan penghasilnya yang tumbuh liar atau setengah liar di kebun-kebun Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia (terutama Sumatera dan Kalimantan). Rambai masih berkerabat dekat dengan menteng/kepundung, bahkan sering tertukarkan. Perbedaannya adalah bahwa bunga dan buah menteng tumbuh di ujung dahan. Selain itu, rambai relatif lebih manis. Di Thailand ia dikenal sebagai mafai-farang.

Wujudnya berupa pohon dengan tinggi 9-12 m dengan tajuk pohon yang lebar. Daunnya hijau mengilap di permukaan atas (ventral) dan agak kecoklatan dan sedikit bermiang di sisi bawah. Daun dapat dapat berukuran hingga 33 cm panjang dan 15 cm lebar. Tumbuhan ini berumah dua (dioecious), sehingga dikenal tumbuhan jantan dan tumbuhan betina. Bunganya harum dan bermahkota kuning. Benang sarinya dapat mencapai panjang 15 cm dan putiknya bahkan 75 cm. Buahnya berukuran diameter 2 sampai 5 cm dan seperti bunganya tersusun majemuk seperti rantai. Buahnya berkulit agak seperti beludru dengan warna kuning atau coklat muda, berisi 3 sampai 5 biji yang terbungkus oleh daging buah. Daging buah ini dapat dimakan mentah, direbus, atau dibuat selai dan minuman anggur. Kayunya berkualitas rendah. Khusus di Tano Rambe warna buah rambe ada yang berwarna merah. Belum ada  penelitian yang dapat menerangkan sebab mengapa warnanya demikian. Karena belum ada peneliti yang meneliti gejala warna buah rambe yang seperti itu.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun