Gubernur Jawa Barat yang baru akan mendapat tekanan publik yang kuat untuk bekerja lebih keras. Sepak terjang Gubernur DKI Jakarta Jokowi setiap hari yang 'blusukan' sangat dinantikan warga Jawa Barat untuk melakukan hal serupa. Gubernur baru diharapkan lebih sering 'kukurusukan' ke daerah-daerah. Jadi siapapun yang terpilih, tidak boleh bersantai ria, karena publik akan membandingkannya dengan kepemimpinan Jokowi. Lalu pertanyaannya adalah mampukah yang terpilih tersebut seagresif Jokowi ? Faktor Regulasi Tulisan kompasioner sdr Ikhwan Mansyur (http://politik.kompasiana.com/2011/09/22/reposisi-peran-gubernur-dalam-uu-pemerintahan-daerah-381878.html) yang mengulas reposisi peran gubernur sangat menarik untuk dibaca. Tepat kiranya ulasan beliau yang mengatakan bahwa para gubernur sering curhat karena para bupati/walikotanya terkesan 'mengacuhkan' peran mereka. Berbeda dengan DKI Jakarta tentunya yang diatur dalam UU No. 29/2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota NKKRI selain terikat juga dengan perundangan pemerintah daerah. Hal inilah yang dikeluhkan oleh setiap gubernur Jawa Barat. Dalam beberapa keterangan misalnya, Ahmad Heryawan seringkali 'ribut' dengan Walikota Bandung yaitu Dada Rosada. Secara pengalaman dan umur, usia politik Dada Rosada adalah 'senior' dibandingkan Aher. Ego beda partai pun muncul. Dada Rosada dari Partai Golkar, Aher dari PKS. Meskipun di pusat partai mereka berkoalisi, tetapi di tingkat daerah jangan harap hubungan mereka adem ayem. Aher sering mengeluhkan, Walikota Bandung jarang hadir bila diundang rapat koordinasi. Begitupun dengan Yance, waktu menjadi Bupati Indramayu dulu. Tanpa bermaksud mendukung siapapun, faktor beda partai seringkali menjadi salah satu kendala bernegara para politisi di tatar parahyangan ini. Bupati/walikota menjadi raja di daerahnya seiring digulirkannya otonomi daerah. Faktor Geografis Naik Bus way seharian insya Allah kita bisa mengelilingi Jakarta. Namun hal tersebut tidak bisa dilakukan di Jawa Barat. Provinsi dengan 26 Kabupaten/kota. Pada 2009 lalu, penulis pernah punya pengalaman mengelilingi 25 dari 26 kabupaten/kota menggunakan bis. Jawa Barat memang luar biasa, kulturnya pun beraneka ragam. Apalagi kalau kita melewati Jabar bagian selatan. Faktor wilayah yang luas, tentu akan menjadi salah satu kendala bagi gubernur terpilih.
Faktor wilayah yang luas harusnya tidak menjadi alasan lagi bagi gubernur terpilih. Kenapa demikian? Karena seharusnya mereka belajar dari gubernur-gubernur sebelumnya bagaimana mereka menyiasati hal teknis tersebut. Sangat disayangkan memang, Gubernur Ahmad Heryawan misalnya tidak terlalu dekat dengan Gubernur sebelumnya yaitu Dani Setiawan. Ke depan, tentu kita harus belajar bagaimana seharusnya tidak ada lagi sekat seperti itu. Gubernur terpilih harus bisa memanfaatkan teknologi terkini. Apakah dengan skype, teleconference atau apapun yang sedang tren dengan biaya tidak terlalu mahal. Apabila bupati/walikota tidak bisa hadir dalam rapat koordinasi, mereka harus bisa hadir melalui sarana teknologi. Hal inilah yang jarang terdengar dilakukan. 'Kukurusukan' pun tak lagi harus turun ke lapangan, tapi secara substansi, permasalahan bisa terlihat dan bisa diambil solusi secepatnya. Dominasi Dewan Gedung Sate Selama periode Aher, PKS seakan menjadi common enemy semua partai di DPRD Jawa Barat. Entah kenapa, kekisruhan mereka seakan tanpa sekat terdengar sampai ke publik. Program Desa Peradaban yang menjadi salah satu andalan Aher adalah salah satu yang mendapat jegalan semua partai. Program yang bertujuan mendongkrak posisi desa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi tersebut menyebar 150 desa di empat wilayah di Jawa Barat. Desa-desa tersebut, seperti yang telah ditetapkan, akan mendapat suntikan dana sebesar Rp 1 miliar. Seperti yang di lansir Republika (http://www.republika.co.id/berita/nasional/pemprov-jabar/13/01/02/mfznji-aher-resmikan-desa-peradaban-rp-1-miliar), Program Desa Peradaban yang digulirkan terbagi dalam 4 wilayah yaitu Bogor (Bogor, Cianjur, dan Sukabumi), Cirebon (Cirebon, Kuningan, Indramayu, dan Majalengka), Purwakarta (Subang, Purwakarta, Karawang, dan Bekasi), dan Priangan (Garut, Tasikmalaya, Sumedang, Ciamis, Bandung, Bandung Barat, dan Banjar). Para politis gedung sate melihatnya sebagai program politis. Namun demikian, rancangan UU Desa yang digelorakan oleh para kepala desa sekarang yaitu memasukkan anggaran 1 Miliar/ desa. Di Jawa Barat, hal tersebut sudah digulirkan setelah Kota Banjar yang melakukannya kali pertama beberapa tahun sebelumnya. Jadi seringkali, program yang secara objektif sangat membangun, mendapat tantangan karena dianggap politis. Hal inilah yang harus dihadapi oleh gubernur terpilih. Slogan nyunda, nyantri, nyopan, nyakola dan yang lainnya hanyalah slogan semata karena hanya jadi jualan para politisi yang terkesan ingin disebut urang sunda asli. Agresivitas Melahirkan Perubahan 'Kukurusukan'Â hanya bagian dari agresivitas. Yang diharapkan adalah 'kukurusukan' yang dimaksud tidak hanya dalam ranah teknis bertemu dengan warga, tapi juga bermain di wilayah legislasi dan budgetting. Hal inilah yang sepertinya bisa dilakukan untuk memperkuat positioning peran gubernur untuk bisa melakukan koordinasi yang maksimal dengan para bupati/walikota. Kenapa Program Desa Peradaban mendapat tantangan, selain mungkin memiliki potensi politis, hal ini karena berkaitan dengan anggaran. Gubernur baru harus bermain di wilayah ini secara maksimal. Ada beberapa pos yang menjadi potensi pendapatan sesuai dengan kewenangan provinsi. Saya yakin, apabila gubernur Jabar baru bisa memaksimalkan kinerjanya dalam wilayah legislasi dan budgetting, yang tentunya akan sangat berhubungan dengan dewan, tentu akan sangat berpengaruh terhadap keagresivannya. Gubernur dan jajaran birokrat di Provinsi Jawa Barat memiliki data dan potensi yang kuat dari sisi resourcesnya. Bila itu dimaksimalkan maka bukan tidak mungkin, gubernur baru akan memiliki sesuatu yang beda dengan kepemimpinan Jokowi. Jokowi punya blusukan, Gubernur Jabar punya kukurusukan plus. Jabar beunghar, Jabar kudu Maju! Salam RAMLAN NUGRAHA
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI