Mohon tunggu...
Ramlah Icha Vidani
Ramlah Icha Vidani Mohon Tunggu... Konsultan - Anggota dari LHS and Partners

"Hiduplah seolah olah kamu mati besok. Dan belajarlah seolah olah kamu hidup selamanya." - Mahatma Gandhi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelik Lebih Jauh akibat Hukum Menyebarluaskan KTP Orang Lain Tanpa Izin

28 Oktober 2022   19:22 Diperbarui: 28 Oktober 2022   19:26 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan instrument data pribadi yang dilindungi. KTP merupakan dokumen kependudukan resmi yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang mana KTP ini memuat informasi data perseorangan yang berisi Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama lengkap, jenis kelamin, tempat lahir, tanggal/bulan/tahun lahir, golongan darah, status perkawinan, pekerjaan, alamat, dan tanda tangan.

Saat ini, di Indonesia telah mempunyai Undang Undang tersendiri mengenai data pribadi, yakni Undang Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang disahkan oleh Bapak Presiden Joko Widodo pada tanggal 17 Oktober 2022 di Jakarta. Lalu, sebenarnya apa itu data pribadi? Menurut UU PDP, data pribadi adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik.

Menurut UU PDP, yang termasuk ke dalam golongan data pribadi diantaranya adalah :

  • Data pribadi yang bersifat spesifik, meliputi data dan informasi kesehatan, data biometric, data genetika, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi, dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Data pribadi yang bersifat umum, meliputi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, status perkawinan, dan/atau data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.

Apabila kita melihat dari golongan data pribadi di atas, maka tentulah KTP termasuk dalam data pribadi yang bersifat umum. Lantas, bagaimana apabila ada orang yang menyebarluaskan KTP orang lain tanpa izin? UU PDP juga telah menjabarkan mengenai hal ini.

Pasal 67 ayat (1) UU PDP menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5 Miliar.

Pasal 67 ayat (2) UU PDP menyebutkan bahwa Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4 Miliar.

Pasal 67 ayat (3) menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5 Miliar.

Sedangkan dalam pasal 95 A Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan bahwa setiap orang yang tanpa hak menyebarluaskan data kependudukan dan data pribadi termasuk dalam hal ini adalah KTP dipidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 25 juta.

Tidak sampai disitu, dalam pasal 95 UU No 24 Tahun 2013 menyebutkan bahwa setiap orang yang mengakses database kependudukan (KTP) tanpa hak, maka ia dipidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 25 juta.

Oleh karena itu, suatu tindakan seseorang yang memperoleh atau mengumpulkan, mengungkapkan, menggunakan, menyebarluaskan, dan mengakses data pribadi orang lain tanpa izin dapat dijerat dengan sanksi pidana hingga denda. Dengan demikian, alangkah lebih baik apabila kita lebih berhati -- hati dan jangan sampai kita yang melakukan tindakan tersebut. Sebab, apabila terjadi maka pidana penjara dan denda menjadi ganjarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun