[caption id="" align="alignlcenter" width="300" caption="Sumber: http://newbit.in/Bulk-SMS.php"][/caption]
Oleh: Ramdhani Nur
Ada yang berbeda dari kebiasaannya setiap kali aku pulang bekerja. Belum selesai aku mengunci motor ojekku, Maryani sudah menyambutku begitu mesra. Diselusupkannya jemari pada pinggangku, sementara tubuhnya yang berdaster pendek makin merapat saja mengunci pergerakanku. Aku tidak tahu apakah Midun, tukang mie tek-tek itu, ikut juga melihat ketika bibirnya dimanyunkan hingga mencapai pipiku.
“Kenape, Neng?”
Meski balasannya sebuah pelototan manja, tapi aku belum mengerti juga maksudnya. “Kenape apaan, emang kagak boleh manja-manjaan sama laki sendiri?”
Digiringnya aku masuk ke dalam kamar kos. Di sini lebih mengagetkan lagi, kopi panas sudah mengepul di atas meja. Belum lagi sepiring cakue dan rokok kretek yang masih terbungkus. Maryani kemudian duduk seenaknya di sofa bututku, membuat dasternya tersingkap tinggi.
“Sini dong, Bang …!”
Aku akhirnya turut terduduk juga disampingnya, setelah tangannya menarikku jatuh bersisian. Pada hari-hari biasa Maryani tidak seperti ini. Selalu terlihat cuek. Kopi dingin pun sudah bagus dia sediakan. Apalagi kalau kemudian tahu hasil setoran mengojekku cuma dapat sedikit. Pasti aku dihadiahi omelan panjang yang berasal dari bibirnya yang manyun dan sepotong punggung pada malam harinya. Bukannya aku tidak senang dengan perlakuannya yang berubah drastis begini, tapi aku malah mencurigai hal yang melatarbelakanginya