RAMDHAN HARITS ABDILLAH/191241011
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
      Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit endemik menular Indonesia yang diakibatkan oleh virus dengue. Dalam hal ini, penularan tidak terjadi secara langsung dari penderita, melainkan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi virus tersebut. Kasus demam berdarah di Indonesia pertama kali terjadi di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Setelah penemuan kasus ini, berbagai penelitian mengenai virus dengue mulai dilakukan.
Demam berdarah menjadi ancaman serius bagi masyarakat, terutama di daerah tropis termasuk Indonesia. Setiap tahun, ratusan atau bahkan ribuan nyawa melayang akibat terjangkit demam berdarah dengue. Laporan Kemenkes RI menyatakan bahwa kasus DBD di Indonesia pada tahun 2020 telah mencapai 49.563 orang. Dalam kondisi seperti ini, pemenuhan kebutuhan terhadap tenaga kesehatan masyarakat menjadi semakin krusial.
Tenaga kesehatan masyarakat berperan sebagai garda terdepan dalam segala permasalahan kesehatan, tidak terkecuali dalam menghadapi kasus demam berdarah dengue di Indonesia. Tenaga kesehatan berusaha melakukan berbagai tindakan, seperti pelaksanaan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat terkait upaya pencegahan maupun langkah yang tepat dalam menghadapi penyakit DBD.
Penyuluhan kepada masyarakat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari media cetak, digital, atau bahkan penyuluhan secara vokal. Penyuluhan tersebut dapat berisi tentang cara mencegah penyebaran virus dengue melalui program 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur) supaya masyarakat menguras dan menutup tempat penampungan air mereka, serta mengubur barang bekas yang tidak dapat di daur ulang. Â Program ini bertujuan supaya sarang nyamuk di lingkungan masyarakat setempat dapat terbasmi sehingga populasi nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor penyebaran virus akan berkurang.
Selain penyuluhan, para tenaga kesehatan juga berperan melakukan survey rutin terhadap lingkungan hidup masyarakat yang berisiko terpapar atau telah terpapar demam berdarah dengue. Selanjutmya, para tenaga kesehatan akan mengajak para masyarakat untuk mengadakan kegiatan fogging, yaitu penyemprotan asap pestisida dengan tujuan membunuh nyamuk di lingkungan yang terpapar oleh demam berdarah dengue, dan dilanjutkan dengan kegiatan bersih-bersih lingkungan.
Akan tetapi, para tenaga kesehatan ini juga mengalami berbagai tantangan dalam mencegah penyebaran rantai demam berdarah dengue. Sebagai contoh, kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya melakukan program pencegahan, seperti 3M dan Jumantik (juru pemantau jentik nyamuk), serta ketidakpedulian terhadap kesehatan lingkungan di sekitar tempat tinggal. Selain itu, banyaknya urbanisasi juga menjadi fakor yang dapat berakhir mengusik habitat asli para nyamuk penyebab DBD. Ditambah lagi dengan adanya perubahan pola cuaca dan iklum. Tantangan-tantangan tersebut menghambat keberhasilan dalam pengendalian demam berdarah dengue.
Tantangan tidak hanya berasal dari lingkungan dan gaya hidup masyarakat, tetapi juga faktor ketersediaan tenaga kesehatan. Kurangnya dukungan jumlah tenaga kesehatan yang cukup dan cakap dalam tindakan pencegahan, pelayanan, maupun pemulihan dapat mempersulit penanganan kasus DBD di berbagai wilayah di Indonesia.
Kesimpulannya, kasus DBD di Indonesia masih tidak mudah untuk ditangani sehingga membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak terkait. Hal ini termasuk dalam rangka pemenuhan dan pemerataan tenaga kesehatan masyarakat di tengah jumlah penduduk yang semakin bertambah dan wilayah yang luas. Melalui kesiapan tenaga kesehatan, edukasi beserta pelayanan kepada masyarakat dalam menghadapi penyakit DBD dapat diberikan. Selain itu, pola pikir dan tindakan masyarakat, kebijakan, serta fasilitas yang memadai juga dapat memberikan dukungan terhadap keterlaksanaan program kesehatan masyarakat.