Mohon tunggu...
Ahmad Ramdhan Muzakkiy
Ahmad Ramdhan Muzakkiy Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

I watch movies, (sometimes) read books and sleep, and (like to) travel (more)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diramalkan Bubble Properti Pada Tahun 2015, Rakyat Kelas Menengah ke Bawah Semakin Sulit Untuk Memiliki Rumah

5 Januari 2014   12:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:08 3246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saat ini Indonesia sedang berbahagia. Kenapa? Karena setiap tahunnya, delapan hingga sembilan juta orang Indonesia berhasil menapaki tangga kelas menengah. Saat ini baru sepertiga, atau sekitar 74 juta penduduk yang berada di golongan ini. Namun dalam satu dekade ke depan diperkirakan 141 juta, atau lebih dari setengah penduduk, akan berada pada kategori kelas menengah sebagaimana hal ini terungkap dalam survei terbaru tentang Indonesia oleh lembaga konsultan terkemuka dunia, Boston Consulting Group (BCG). Bisa dibilang Indonesia Surplus Orang Kaya Baru nih.

Seiring meningkatnya jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia, permintaan terhadap kebutuhan primer, sekunder dan tersier pun juga ikut meningkat tak terkecuali permintaan terhadap hunian vertical dan landed house pun juga ikut melonjak secara signifikan di beberapa tahun belakangan ini.

Pertumbuhan properti Indonesia yang kian subur dinilai bisa menjadi solusi masalah kependudukan yang dinilai juga kian meningkat. Penyediakan perumahan murah dan juga apartemen-apartemen yang terjangkau merupakan salah satu solusi dalam menghadapi permasalahan penduduk yang kesulitan dalam memiliki hunian. melihat kondisi seperti ini, para pengembang pun dengan gencar-gencarnya menawarkan apartemen yang mengincar segmen pasar kelas menengah kebawah dan juga kelas menengah atas.

Memang pasar properti Indonesia khusunya di beberapa kota besar sedang bergairah dalam kurun 3 tahun belakangan ini. Bisa kita lihat menurut data yang dilansir oleh Bank Indonesia (BI), pada triwulan I tahun 2013,  di Indonesia kenaikan permintaan terhadap apartemen jual (kondominium) tercatat terjadi di daerah sekitar Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodebek), Surabaya, dan juga beberapa kota besar lainnya. Tingginya permintaan ini mendorong kenaikan harga apartemen tertinggi di wilayah tersebut bisa mencapai 21,66% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Permintaan pasar yang cukup pesat  ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup kelas menengah di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya yang menyebabkan harga properti mengalami kenaikan harga yang cukup pesat. Kita bisa melihat penyebabnya karena semakin banyaknya masyarakat yang lebih menyukai hidup di apartemen dan juga mulai beranggapan properti merupakan salah satu bentuk investasi yang menjanjikan untuk kedepannya. Hal ini yang secara langsung telah mendorong meningkatnya jumlah pasokan apartemen di kota-kota besar di Indonesia.

Namun pertumbuhan terhadap permintaan pasokan properti khususnya apartemen telah membuat harga properti dalam tiga tahun terakhir sudah jauh dari kewajaran. Harga properti saat ini telah naiknya sangat signifikan, yaitu sekitar 300% per tahun. Padahal wajarnya pertumbuhan itu 30% per tahun. Hal itu yang ditakutkan oleh para pengamat ekonomi ini akan menjadi pemicu bubble properti di Indonesia yang diprediksi akan terjadi di tahun 2015 jika kondisi ini masih berlangsung hingga tahun 2014.

Bubble Properti atau Penggelembungan Properti adalah keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga properti secara tidak wajar. Kewajaran dari peningkatan harga berlaku secara bertahap seiring dengan meningkatnya tingkat inflasi atau pendapatan secara merata. Jika cepatnya pergerakan harga terus dibiarkan terjadi akan ada kondisi terjadi pecahnya "Bubble Properti" yang menjadikan harga-harga properti jatuh diikuti dengan ambruknya ekonomi secara menyeluruh sehingga akan menimbulkan masalah nasional berupa resesi ekonomi.

Menurut pendapat saya, salah satu penyebab masalah resesi ekonomi ini karena selama ini Indonesia masih belum ketat dalam melaksanakan regulasi khususnya dalam menerapkan kepemilikan hunian oleh warna negara asing. Kurang tegasnya regulasi pemerintah inilah yang telah menyebabkan mudahnya warga negara asing untuk memiliki apartemen maupun perumahan yang ada di Indonesia, sehingga penduduk Indonesia itu sendiri kesulitan untuk memiliki hunian(baik yang berupa apartemen maupun perumahan).

Selain itu, maraknya kalangan menengah keatas dan kalangan atas yang saat ini beranggapan berinvestasi dalam bentuk rumah lebih menjanjikan daripada yang lain. Hal tersebut terbukti karena harga rumah selalu stabil dan cenderung naik dan tidak pernah terjadi penurunan. Hal itulah yang memicu banyak orang membeli rumah kedua, ketiga, dan seterusnya sebagai lahan investasinya. Mereka kemudian mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Akibatnya, jumlah permintaan KPR membengkak dan semakin banyak orang yang kesulitan memiliki rumah, khususnya kalangan menengah kebawah.

Dan menurut Asisten Gubernur BI Mulya E. Siregar, ada sebanyak 13 persen kredit pemilikan apartemen dan rumah digunakan untuk investasi dan disewakan. Intinya semakin banyak rumah yang dimiliki semakin besar kemungkinan rumah tersebut tidak ditinggali.

Berdasarkan penjelasan diatas, sudah jelas bahwa kalangan menengah bawahlah yang akan terkena dampak bubble atau gelembung properti yang paling besar. Hal ini lantaran terjadi karena para pemain properti membanderol harga mengikuti keinginan investor dan latah ikut lonjakan harga properti mewah. Apalagi dengan maraknya promosi properti yang semakin gencar di berbagai media termasuk televisi. Seringkali kita mendengar atau melihat pernyataan 'Senin Harga Naik'. Padahal, penyewa atau pembeli dari kelas menengah kebawah punya daya beli tertentu dan terbatas. Ditambah lagi dengan pertumbuhan index harga properti residensial jauh lebih tinggi dibandingkan Gross Domestic Bruto (GDP) perkapita rata-rata Indonesia saat ini. Hal inilah yang menjadi permasalah utama sulitnya penduduk kelas menengah kebawah untuk memiliki hunian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun