Tulisan yang berjudul “Remaja Jauh dengan Budaya Lokal” (PR, 16/01/2014) seakan mengajak kita untuk (kembali) melestarikan budaya daerah yang saat ini semakin tersisihkan. Ditengah dahsyatnya gempuran budaya asing yang datang ke Indonesia, menjadi kewajiban kita sebagai pendidik untuk senantiasa menjaga warisan budaya tersebut yang saat ini hampir terlupakan. Dalam hal ini setiap pendidik dituntut untuk mampu mendekatkan anak didiknya dengan budaya daerah masing-masing sehingga mereka dapat berperan sebagai agen pewaris budaya bagi masyarakatnya.
Jauhnya remaja dengan budaya lokal antara lain disebabkan oleh tidak adanya upaya dari orang tua untuk mendekatkan anak-nak mereka dengan budaya daerahnya. Jangankan untuk mengenalkan budaya daerah kepada anaknya, mengajak anak untuk berkomunikasi dalam bahasa daerah dirumah saja mereka enggan. Kondisi ini diperparah dengan tayangan-tayangan media elektronik yang cenderung lebih menonjolkanbudaya asing yang justru bertentangan dengan adat ketimuran. Mungkin hanya stasiun televisi lokal saja yang konsisten mengenalkan budaya daerah namun itupun sepi penonton.
Dalam kehidupan sehari-hari, anak lebih memilih gadget daripada bermain dengan teman sebayanya. Saat ini kita sudah jarang melihat anak-anak bermain sebagaimana layaknya seorang anak kecil. Kaulinan barudak yang dulu pernah mewarnai masa kecil kita sekarang sudah tidak tampak lagi karena tergusur oleh budaya asing. Saat ini kita lebih banyak melihat anak-anak yang bermain sebagaimana orang dewasa. Mereka mulai menyanyikan lagu-lagu barat yang disertai gerakan yang tidak semestinya. Semua itu mereka tiru dari tayangan-tayangan di gadget yang mereka miliki.
Untuk mempertahankan budaya lokal yang hampir punah tersebut, diperlukan kerjasama antara pihak sekolah dengan orang tua. Sekolah yang merupakan tempat dimana anak menuntut ilmu dan menghabiskan sebagian waktunya hendaknya mampu untuk menanamkan kecintaan terhadap budaya daerah. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara menampilkan kesenian daerah dalam berbagai kesempatan. Acara kenaikan kelas merupakan salah satu event yang bisa digunakan untuk menampilkan kesenian daerah tersebut. Setiap walikelas dapat menugaskan anak-anaknya untuk menampilkan salah satu kesenian daerah seperti sisindiran, tatarucingan maupun jaipongan.
Adapun orang tua sesungguhnya memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya menanamkan kecintaan terhadap budaya daerah. Hal ini dikarenakan sebagian besar waktu yang dimiliki oleh anak dihabiskan dirumah. Membiasakan berkomunikasi dengan anak dalam bahasa daerah sejatinya dapat menjadi langkah awal menanamkan kecintaan tersebut. Selain itu orang tua pun diharapkan bisa mendampingi anaknya saat menonton televisi. Tayangan-tayangan yang berpotensi menjauhkan anak dari budaya daerahnya hendaknya diminimalisir sebisa mungkin.
Meskipun demikian yang jauh lebih penting adalah political will dari pemerintah pusat maupun daerah untuk senantiasa melestarikan budaya daerah yang merupakan khazanah bangsa. Dalam hal ini pemerintah diharapkan mampu memaksimalkan fungsinya sebagai controller sekaligus regulator yang mengatur konten-konten yang bertebaran dimedia elektronik. Selain itu penghargaan pun dapat diberikan oleh pemerintah kepada individu maupun lembaga sebagai bentuk apresiasi kepada mereka yang telah berjasa dalam menjaga kelestarian budaya daerah. Dengan adanya upaya-upaya semacam ini kita berharap budaya daerah yang merupakan khazanah bangsa ini dapat terjaga dengan baik.
Ramdhan Hamdani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H