Kabar mengejutkan sekaligus memilukan baru saja datang dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF). Berdasarkan laporan dari badan tesebut, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia pada tahun ini menempati urutan ke – 69 dari 124 negara yang diteliti. Hal ini tentu saja menjadi sebuah ironi di tengah melimpahnya jumlah tenaga guru serta semakin meningkatnya anggaran pendidikan dari waktu ke waktu. Pada tahun lalu saja anggaran untuk pendidikan naik sebesar 7,5 persen dari Rp 345,3 triliun menjadi Rp 371,2 triliun atau setara dengan 20,67 persen APBN.
Di saat yang sama, berita yang tak kalah menyedihkan pun turut menghiasi berbagai media online dan mengundang beragam komentar dari masyarakat. Adalah Ricky Elson, remaja berusia 35 tahun yang dikenal sebagai pelopor mobil listrik listrik nasional dan pemegang belasan hak paten di negara Jepang, terpaksa harus menyelesaikan hasil karyanya di negeri orang akibat kurangnya dukungan pemerintah Indonesia terhadap penelitian yang tengah dilakukannya. Mobil listrik dengan model supercar Eropa buatan tim nya tersebut saat ini tengah dilirik negara tetangga untuk dikembangkan dan kemudian diakuisisi. Bangsa Indonesia pun harus rela melihat hasil karya putra terbaiknya dipatenkan oleh negara lain.
Kedua “tragedi” yang penulis gambarkan di atas sejatinya menunjukkan bahwa rendahnya kualitas SDM di tanah air bukan semata-mata karena persoalan (masih) rendahnya kompetensi guru maupun belum memadainya sarana dan prasarana belajar. Lebih dari itu, keengganan pemerintah untuk menghargai dan mendukung kreativitas serta inovasi warganya menjadi batu sandungan bagi bangsa ini untuk berdiri tegak di tengah bangsa-bangsa lainnya. Pemerintah rupanya lebih senang melihat rakyatnya hanya menjadi konsumen produk asing yang semakin hari kian membanjiri.
Ricky Elson sebenarnya bukanlah satu-satunya mutiara nusantara yang “terbuang” ke negeri orang. Tidak sedikit putra-putra terbaik bangsa ini lebih memilih untuk berkiprah dan mengembangkan kreativitasnya di negara lain daripada pulang ke tanah air. Sebut saja Prof. Nelson Tansu, pakar teknologi Nano yang telah memecahkan rekor karena menjadi asisten profesor termuda sepanjang sejarah pantai timur di Amerika pada usia 25 tahun. Atau Prof Khairil Anwar, pria asal kediri yang dikenal sebagai pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) yang saat ini bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang dan entah kapan akan pulang kampung.
Untuk dapat melahirkan generasi yang benar-benar unggul, tata kelola anggaran pendidikan yang baik tidaklah cukup. Peningkatan kompetensi guru serta perbaikan sarana dan prasarana hendaknya diikuti oleh pemberian penghargaan dan dukungan kepada mereka yang telah menunjukkan prestasi di bidangnya. Penghargaan dan dukungan tersebut sangat berarti dalam membangkitkan semangat generasi muda kita untuk terus berkarya di negeri sendiri. Dengan demikian, diharapkan di masa yang akan semakin banyak putra-putri terbaik bangsa bahu membahu untuk membangun negeri tercinta ini sehingga kejayaan yang dulu pernah dicapai oleh bangsa ini dapat diraih kembali. (Dimuat di Harian Umum Pikiran Rakyat, 03 September 2015)
Ramdhan Hamdani
www.pancingkehidupan.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H