Usulan agar setiap guru di seluruh sekolah dipersenjatai disampaikan langsung oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Pernyataan tersebut dilatarbelakangi oleh kejadian penembakan massal yang terjadi di sebuah sekolah di Florida beberapa pekan lalu. Peristiwa memilukan yang termasuk ke dalam daftar 10 penembakan massal paling brutal di negeri Paman Sam itu menewaskan sedikitnya 17 siswa dan guru yang tengah melangsungkan kegiatan pembelajaran. Ironisnya, pelaku merupakan salah seorang alumnus yang pernah mengenyam pendidikan di sekolah tersebut.
Apa yang terjadi negara adidaya tersebut seakan mengingatkan kita akan tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia saat ini. Lahirnya insan -- insan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berilmu serta senantiasa menghargai perbedaan yang ada sejatinya telah digariskan oleh para pendiri bangsa ini sejak jauh-jauh hari. Adapun pendidikan moral dan budi pekerti menjadi pondasi yang sangat penting bagi sekolah dalam melahirkan generasi unggul berkarakter sebagaimana yang dicita -- citakan.
Sayangnya, cita -- cita luhur tersebut nampaknya semakin hari kian sulit untuk dicapai. "Kesuksesan" yang berhasil diraih oleh negara -- negara maju rupanya membuat para pengambil kebijakan di negeri ini lupa akan hakikat pendidikan yang sesungguhnya. Data terkait peringkat mutu pendidikan di berbagai negara yang disuguhkan oleh badan -- badan internasional acap kali dijadikan (satu-satunya) tolak ukur oleh pemerintah dalam memotret kondisi dunia pendidikan di tanah air untuk kemudian dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan. Tak heran apabila kebijakan yang dikeluarkan pun tak pernah mampu menjawab persoalan secara mendasar.
Adapun degradasi moral di kalangan remaja merupakan persoalan sesungguhnya yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Berita tentang penyelundupan ratusan ton sabu -- sabu yang menghiasi layar kaca kita akhir -- akhir ini sejatinya dipicu oleh tingginya permintaan akan barang haram tersebut. Tak hanya itu, pergaulan bebas serta perilaku menyimpang lainnya pun seakan menjadi identitas yang melekat pada diri remaja yang dikenal sebagai generasi milenial itu.
Namun, ancaman nyata yang dapat membahayakan masa depan bangsa tersebut rupanya tidak disikapi secara serius oleh para pengambil kebijakan di negeri ini. Alih -- alih memberikan perhatian khusus pada pembentukan karakter para calon pemimpin bangsa, pemerintah justru berusaha sekuat tenaga untuk dapat "sejajar" dengan bangsa -- bangsa lainnya sekalipun harus mengorbankan kepentingan guru maupun peserta didiknya. Kecurangan massal yang terjadi dalam Ujian Nasional (UN) yang digelar setiap tahunnya merupakan salah satu contoh dari fenomena yang dimaksud.
Agar bangsa ini tidak terjerumus ke dalam jurang yang lebih dalam, ada baiknya apabila pendidikan di negeri ini dikembalikkan kepada "khittah" nya. Nilai -- nilai Ketuhanan yang Maha Esa yang merupakan sila pertama Pancasila dan menjiwai sila -- sila berikutnya hendaknya benar-benar ditanamkan kepada siswa sebagai upaya untuk melahirkan insan -- insan berilmu dan berakhlak mulia. Adapun gambaran terkait mutu pendidikan yang dimunculkan oleh badan -- badan internasional hendaknya tidak dijadikan satu-satunya tolak ukur dalam menilai keberhasilan proses pendidikan.Â
Sebaliknya, data tersebut sebaiknya hanya dijadikan sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan untuk memperbaiki proses pendidikan pada aspek - aspek tertentu saja. Dengan demikian, harapan akan lahirnya generasi unggul berkarakter sebagaimana yang dicita-citakan pun dapat benar -- benar terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H